Selasa, 25 Mei 2010

PERKEMBANGAN ISLAM DI PAPUA


Wa'alaikumussalam. wr wb

Terimakasih Alhamdulillah baik.


Soal perkembangan Islam di Papua? Lumayan tapi tantangannya lebih besar terutama soal transportasi untuk menjakau ke daerah-daerah pelosok (pedalaman) daripada perluasan pengembangan (syi'ar islam) dalam perkembangan mengembangkannya. Padahal Agama Islam sudah ada di Papua selama 500 tahun di bumi Cenderawasih dari pada agama Kristen Protestan yang hanya 200 tahun. Agama yang disebut belakangan disebut baru hadir di daerah ini tepatnya tahun 1855 pada bulan April melalui dua utusan Missionaris dari Jerman bernama Otto dan Geisler di Mansinam Pulau kecil Utara Manukwari Papua Barat (kini).


Lalu kapan Agama Islam hadir dan berkembang di Papua ? Kapan persisnya Islam masuk di Tanah Papua, belum ada catatan persis bukti dan catatan secara pasti selain ada bukti-bukti artefak yang perlu terus diteliti sehingga ada kesamaan pendapat para ahli. Namun dalam buku Rekontruksi Sejarah Islam di Papua (2009) Dr Tony Wanggai menyebut bahwa Islam masuk ke Papua melalui dua jalur. Pertama Utara melalui pengaruh Sultan Ternate di Raja Ampat dan kedua melalui jalur Kerajaan Islam dari Kesultanan Bacan di Ambon di daerah Fak-Fak pada abad ke 15 M.


Disebut Raja Ampat karena ada empat Kerajaan Islam di empat Pulau daerah Sorong Papua. Rajanya ada empat Pulau yang masing-masing memiliki kerajaan dibawah kendali Sultan Ternate.Demikian sejumlah kerajaan Islam kesultanan di daerah Fak-Fak dan Kaimana. Tapi perlu diingat bahwa perkembangan agama ini tidak meluas sampai di daerah pegunungan yang padat penduduk tapi penganut Islam lebih dominant dikalangan migran dari Buton-Bugis-Makassar dan Ambon Maluku, sehingga para antropolog menyebut penganut agama Islam di Papua di Fa-Fak pada dasarnya hanya para pendatang (Giay, 1997). Padahal tidak hanya migran tapi penduduk Asli sudah bercampur-baur dengan migran kalangan pedagang di pesisir Selatan Barat (Fak-Fak) dan penduduk di Kepulauan Utara Raja Ampat sebagaimana asimilasi demikian terjadi di Pulau Biak dan Yapen (Serui).


Penganut Agama Islam pada abad 15-16 di Fak-Fak, Bintuni, Sorong Selatan (Kokoda) dan Raja Ampat adalah pribumi atau penduduk Asli Papua Barat. Selain para pedagang migran dari luar Papua, penganut Agama Islam terdiri dari penduduk Pribumi dan didaerah itu dikenal berbudaya Irarutu yakni wilayah sepanjang Selatan Papua Barat; Meliputi Kokoda kabupaten Sorong Selatan, Bintuni, Fak-Fak dan Kaimana.


anya daerah ini saja Islam telah lama dikenal oleh penduduk Pribumi dan umumnya para pedagang pendatang dari Nusantara dan Timur Tengah. Konon Penyebar Islam di Fak-Fak seorang Ulama berasal dari Aceh (Tony Wanggai, 2009). Dia sampai di Papua pada masa kejayaan kerajaan Islam Nusantara melalui jalur perdagangan yang ada pada waktu yakni Pasai-Malaka-Gowa-Mataram dan Ternate. Perdagangan buah pala sebab motivasi orang-orang Arab banyak datang menetap di daerah ini sebelum abad 15 M, makanya di Fa-Fak banyak keturunan Arab Hadral Maut seperti Alkatiri, Al-Hamid, Musa'ad, Assegaf dll yang membawa dan menyebarkan Islam disini sambil berdagang.


Awalnya para pedagang Hadral Maut (baca Yaman) ini melalui jalur Gujarat (India)-Isafun (Australia)-Fak-Fak (Papua)-Ternate-Pasai (Aceh) sangat ramai dilalui waktu itu. Mereka bahkan banyak yang kawin-mawin dengan penduduk setempat hingga hari ini. Mereka menetap di Pesisir Selatan Barat Papua hingga beberapa generasi sampai beranak-cucu disini bahkan sudah menjadi orang Papua akibat perkawinan campur.


Umumnya penganut Islam di Fa-Fak terdiri dan ada hubungannya dengan kerajaan-kerajaan Islam pada abad 15 di Nusantara, karena itu Islam di Fak-Fak tidak bisa lepas dari Islam di sejumlah kerajaan Islam di Maluku dan Goa Sulawesi Selatan. Di Fak-Fak banyak terjadi asimilasi antara penduduk pribumi dan pendatang dari Maluku-Buton-Arab dll hingga beberapa generasi.


Namun sejak penjajahan Belanda dan Portugis datang yang awalnya mencari buah Pala, maka sejumlah kerajaan Islam di Fak-Fak menjadi lemah, karena VOC menguasai jalur perdagangan Pala di Maluku dan Fak-Fak, sehingga rupanya proses pemurtadan banyak terjadi lebih-lebih pada waktu pemerintahan Belanda dengan kebijakan politik pendidikan dengan pola asrama didaerah-daerah berpenduduk Muslim seperti di Kaimana hanya dibangun sekolah satu-satunya Yayasan pendidikan Katolik bagi anak-anak muslim. Demikian proses pemurtadan secara sistematis Belanda. Bahkan saat ini banyak anak-anak yang lahir misalnya itu di Bintuni, ada anak ayahnya Kristen tapi Ibunya bernama Aminah (Muslimah) atau sebaliknya.


Papua sesudah digabung dengan Indonesia pada kenyataanya proses islamisasi (syi'ar) lumayan tapi tidak spektakuler seperti keberhasilan para Missionaris Barat dalam melakukan proses Kristenisasi yang akhirnya merajai (kuasai) seluruh wilayah Papua. Proses da'wah lamban sejak Papua Integrasi dengan Indonesia melalui PEPERA tahun 1962. Komunitas muslim pribumi didaerah sentra penduduk seperti pegunungan Tengah Papua belum terbentuk karena Indonesia lebih sibuk dengan politik integrasi dan sumber daya kekayaan alam Papua yang bernilai ekomis daripada kegiatan sosial kegamaan bagi rakyat Papua sebagaimana Missionaris Barat, maka ada perasaan secara salah dikalangan rakyat Papua yang terbenarkan dewasa ini yaitu Islam Identik dengan Indonesia yang diintegrasikan secara paksa ke Indonesia.


Perkembangan agama Islam sejak menyatu dengan Indonesia dalam bingkai NKRI tidak sendirinya berjalan lancar tapi bertatih-tatih. Hanya keislaman bagi kalangan pegawai pejabat pendatang asal Indonesia yang bekerja beberap tahun lalu pulang naik pangkat di Jakarta sepanjang masa pemerintahan Soeharto (ORDE BARU) selama 32 tahun ini yang terjadi di Irian Jaya (kini Papua). Padahal sejak integrasi dengan RI harusnya perkembangan Agama Islam lebih luas. Tapi hanya dibangun Mesjid Amal Bakti Muslim Pancasila di tiap Kabupaten yang perkembangannya tahun 1999 banyak di protes para pendeta karena Indonesia mayoritas penduduk beragama Islam.


Perkembangan Islam tidak semarak sebagaimana agama Protestan dan Katolik yang terus dikembangkan terutama di daerah Utara kavling untuk protestan dan agama Katolik di Merauke baru masuk tahun 1900-an sayapnya berkembang sampai di Lembah Balim Wamena dan Paniai pada Suku Mee Pegunungan Tengah Papua dengan tenaga-tenaga para Missionaris yang ahli budaya seperti Myron Bromley dan Benny di Lembah Baliem datang pada tahun 1954 di Hitigima Distik Asso-Lokobal Desa Asso-Wetipo Kabupaten Jayawi Jaya.


Selain menyediakan pengobatan gratis dan sejumlah sekolah Missionaris juga mengkader tenaga putera Daerah (pribumi) untuk pembawa berita kabar baik melalui lisan mereka sendiri dalam masa akhir pemerintahan Belanda, walaupun penduduk dan pejabat Aptenar Belanda (pejabat pemerintah) sudah pergi tapi petugas penyebar agama Kristen Barat tidak pulang. Mereka bertahan karena memiliki hampir semua pesawat twin otter, cesna setiap desa dan kecamatan memiliki landasan terbang pesawat ukuran kecil dapat memudahkan pejabat Indonesia yang belum memiliki modal karena baru merdeka dapat mencari warganya melalui jasa Para Missionaris yang super Modern.


Menggapa Missionaris juga tidak diusir oleh Soekarno setelah Papua dinyatakan bergabung dengan Indonesia oleh PBB tahun 1969 alasannya adalah agar para petugas pejabat yang dikirim dari Indonesia agar terbantu menjangkau melalui dukungan transportasi canggih super modern mereka sehingga kebijakan itu pada masa Soeharto dipertahankan barulah tahun 1992 IGGI (bantuan pendidikan bagi sekolah-sekolah Kristen dan mengelola beasiswa bagi anak-anak Papua dihentikan secara resmi.


Tapi dalam masa 20 tahun (1970-1990) pegunungan Tengah Papua dikuasai penuh tanpa sanggup ditebus pejabat Indonesia beragama Islam. Era ini rakyat pribumi Papua banyak dibaptis dan melakukan permandian sebagai saksi-saksi Yesus baru. Penjajah Belanda pulang ke negerinya begitu Papua ditetapkan bergabung dengan Indonesia melalui PEPERA tapi ratusan tenaga Missionaris tetap bertahan hingga tahun 1980-an bahkan ada yang awal tahun1990-an masih bertahan menyebarkan Missi Kristen di daerah pedalaman Papua hingga saat ini.


Penjajah Belanda sudah angkat kaki dari Papua tapi tidak semua para Missionaris ikut pergi. Walaupun Islam sudah ada dari abad 15 M, dalam proses integrasi dengan Indonesia Para Penggembala (Missionaris) berhasil bangun sekolah dan rumah sakit. Orang Papua dikristenkan secara otomatis melalui pelayanan sosial dalam era tahun 70-an hingga 80-an sampai dewasa ini berlangsung.


LaLu Perkembangan Islam Bagaimana ? Hanya sedikit di Lembah Baliem (Walesi) Kabupaten Jayawi Jaya dan mungkin Suku Asmat tidak seberapa. Tapi bisa dibilang satu-satu hampir setiap Kota Kabupaten ada pemeluk Islam orang Papua Asli. Perkembangan Islam lamban tapi kehidupan keagamaan Islam dikalangan Muslim penduduk urban di perkotaan tetap semarak.


Saya pikir perkembangan Islam harus didukung semua pihak tapi pendekatannya melalui budaya akan lebih bisa diterima saat ini ketimbang kita dituduh melakukan islamisasi. Tidak hanya Papua dinegera tetangga PNG juga sudah ada komunitas muslim. Mereka minta kita datang ajarkan Islam pada mereka tapi kendala bahasa. Mereka bahasa Inggris pisin (inggris aksen setempat).


Tapi ada kebanggaan Muslim Papua, kata mereka Islam berkembang pesat tapi saya belum banyak melihat perkembangan yang significant sebagaimana seharusnya, mengingat Indonesia penduduknya jumlah terbesar penganut Islam Dunia. Sejak Papua diintegrasikan dalam NKRI, perkembangan Islam tertinggal jauh dibelakang setelah Protestan, Katolik dan agama Asli, terutama itu didaerah Pegunungan tengah Papua walau diklaim para Pendeta dan pemerintah selama ini dalam BPS mereka dimasukkan menganut agama mayoritas disana.


Saya senang berkenalan sama Bung Arya Wirayuda. Nama ini mengingatkan saya pada TNI di Papua. Seharusnya dan itu yang pernah terjadi di Walesi Wamena Kab Jayawi jaya, bahwa perkembangan da'wah kalau didukung oleh Militer lebih mudah karena waktu itu memang eranya...entah sekarang..mungkin melanggar HAM demikian permintaaan saya pada GUS-DUR agar di Papua selain semua anak-anak di bawa masukkan di berbagai Pondok Pesantren di Jawa dan di sejumlah daerah Papua didorong buat pendidikan pola pesantren bagi lembaga-lembaga sosial Islam, tapi waktu itu beliau secara tegas menolak karena katanya orang Barat-Eropa menuduh kita melanggar HAM.


Peluang dan harapan apalagi Papua penduduk Kristen kekristenan dangkal karena baru selain Manukwari, Biak, Serui dan Jayapura (Utara), penduduk mayoritas di Pegunungan Tengah Papua masih doyan menghayati nilai-nilai leluhur mereka (animisme-dinamisme).


Ini artinya Islam dan kaum muslim di manapun apalagi sesama bangsa Indonesia punya kesempatan dan orang pribumi punya potensi merima kalimat Tauhid. Kalau soal budaya Papua Islam tidak banyak halangan penyesuaian ketimbang selain agama Islam.


Tinggal bagaimana kita mengemasnya agar bisa dirasakan kesyahduan Islam yang Indah dan banyak persmaannya dalam budaya Papua tidak terasa asing sehingga islamisasi secara total dapat dicapai. Mohon maaf kepanjangan atau kurang memadai kalau bukan tidak terlalu lengkap penjelasan ini. DEWAN MUSLIM PAPUA (DMP)
 
*** ***
 
Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.