Renmaur dan Roembiak Tak Digubris Massa
massa pendukung SK MRP No 14/2009 saat berorasi di Kantor Gubernur.JAYAPURA—Puluhan massa yang tergabung dalam Forum Demokrasi Rakyat Papua Bersatu, Senin (3/5) kemarin mendatangi kantor Gubernur, mereka mendesak Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu untuk tentukan sikap terhadap SK MRP No 14 tahun 2009.
Ya, sekumpulan massa yang mendatangi kantor Gubernur Papua sejak pukul 10.00 WP dengan berjalan kaki sambil membawakan spanduk-spanduk bertuliskan dukungan terhadap SK MRP No 14/2009 itu, memadati halaman parkir kendaraan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua.
Massa mendesak untuk dapat bertemu Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem, sayangnya Wagub yang sudah berada di kantor Gubernur tidak bersedia menerima massa. Asisten I Bidang Pemerintahan Elieser Renmaur didampingi Karo Hukum Papua JKH Roembiak yang mewakili Wagub guna menerima aspirasi masa ditolak massa. “Kami datang untuk bertemu dengan orang yang kami pilih yaitu Gubernur Papua Barnabas Suebu dan Alex Hesegem, dan bukan dengan bapak-bapak,” teriak pemimpin demo melalui megaphone.
Massa, juga meneriakkan nama Alex Hesegem berulang kali melalui megaphone, namun sayangnya teriakkan-teriakan massa tidak direspon Wagub. Dua pejabat pemerintah provinsi papua yang diutus bertemu massa tidak dapat berbuat banyak, dan hanya berdiri menyaksikan orasi-orasi massa.
Walaupun tidak berhasil bertemu Wagub Alex Hesegem, massa tidak berkecil hati. Massa yang membubarkan diri secara tertib pukul 116.00 WP itu berjanji untuk kembali melakukan aksi yang lebih besar dengan menggerakkan seluruh komponen masyarakat Papua serta akan menduduki kantor Gubernur hingga ada jawaban pasti soal pemberlakuan SK MRP No 14 tahun 2009 pada pemilukada di seluruh tanah Papua.
Beberapa spanduk yang diusung masa menuliskan pesan kepada Gubernur “bapak Bas segera buat perdasus yang mengakomir kepentingan rakyat” Otsus tidak punya jiwa Otsus hanya dirasakan oleh kaum elite politik dan birokrasi dan tangan serakah.”.
Sementara dalam pernyataan tertulisnya yang tidak sempat diserahkan pada wagub, masa menuntut pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden RI, Mendagri, Menkopolhukam untuk melaksanakan UU Otsus secara murni dan konsekuen agar dapat menegakkan harkat dan martabat orang asli Papua.
Massa juga menuntut gubernur Papua dan ketua DPR Papua untuk segera mendesak Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang bisa mengakomodir SK MRP NO 14/2009 selambat-lambatnya 60 hari penundaan pemilukada di Papua (sebelum 30 juni 2010).
Dan juga meminta Papua sebagai provinsi Induk segera mengambil inisiatif bersama Gubernur Papua Barat dan DPRD Papua Barat, menetapkan Perdasus yang mengatur orang asli Papua sebagai Bupati wakil Bupati, wali kota dan wakil wali kota di seluruh tanah Papua sebelum tanggal 17 mei 2010.
“kami akan mengawal tuntutan ini bersama kekuatan rakyat sipil papua hingga pemerintah pusat dan daerah menjawab tuntutan-tuntutan kami di atas. Apabila tuntutan rakyat papua ini tidak dipenuhi dalam batas waktu yang telah ditetapkan, maka kami akan dengan tegas menyatakan bahwa kami akan menggalang masa yang lebih besar untuk melakukan aksi-aksi pembangkangan sipil di seluruh tanah Papua,” teriak Benyamin Gurik.
Aksi massa ini sendiri merupakan aksi awal guna melihat sejauh mana keseriusan pemerintah provinsi Papua menyikapi frenomena politik yang berkembang di masyarakat Papua menjelang Pemilukada. Turut dalam aksi ini juga beberapa pemimpin organisasi massa serta Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) seperti Salmon Yumame dari Forum Kerja Sama Umat Beragama di Papua, Pdt, Dr Benny Giayai dari Akademisi, Frederikan Korain SH dari Perempuan Papua, Dominggus Pigai dari komponen pemuda Papua, Septer Manufandu dari Foker LSM Papua, Pdt. S. Titihalwa, serta beberapa pemimpin organisasi. (hen)
sumber;http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4459:gubernur-diminta-ambil-sikap-terhadap-sk-142009&catid=
Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.