Rabu, 23 November 2016

CUPLIKAN SEJARAH ISLAM BY O HASHEM



WAFAT RASULULLAH DAN SUKSESI SEPENINGGAL BELIAU DI SAQIFAH 


.....RENUNGKANLAH AGAR KEPALSUAN HADIST "SEMUA SAHABAT BAIK DAN BENAR" TERUNGKAP 
DAN KITAPUN TIDAK TERLANJUR MENGIKUTI ORANG-ORANG YANG ANTI 
KELUARGA RASULULLAH SAWW
.................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
..................................................................
2. Rasul Allah saw Hendak Membuat Surat Wasiat, Tetapi Dihalangi Umar Bin Khaththab. Hari Kamis Kelabu.
Demam Rasul Allah saw timbul secara berkala. Pada hari Kamis tanggal 8 Rabiul Awwal, Rasul Allah saw diserang demam. Beliau memerintahkan agar mengambil kertas dan tinta, untuk membuat surat wasiat, agar umat beliau tidak akan tersesat untuk selama­lamanya. Umar yang hadir pada waktu itu, menghalangi maksud beliau dan mengatakan bahwa Rasul Allah saw
Ibnu Sa’d, Thabaqat al­Kubra, jilid 2, hlm. 192, dalam membicarakan ekspedisi Zaid, menyebut bahwa Abu Bakar dan ‘Umar termasuk dalam pasukan Usamah; juga Kanzu’l­’Ummal, jilid 5, hlm. 312; dan lain­lain. Lihat catatan kaki berikut. 339 Syahrastani, al­Milal wan Nihal, edisi Mushtafa at­Babiy al­Halbi, dengan penyunting Muhammad Sayyid Kilani, jilid 1, hlm. 23. Syahrastani berkata: “Pertentangan kedua, tatkala beliau sakit, beliau telah bersabda: “Persiapkan pasukan Usamah, mudah­mudahan Allah melaknati mereka yang meninggalkannya!”.
Wafat Rasulullah & Suksesi Sepeninggal Beliau di Saqifah
sedang mengigau. Terjadilah pertengkaran antara keluarga Rasul Allah saw yang berada di belakang tirai, yang menghendaki agar Umar memenuhi perintah Rasul Allah saw. Hadis Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas yang berkata “Hari Kamis aduh hari Kamis!” Kemudian air matanya mengalir di kedua pipinya seperti untaian mutiara. Ibnu Abbas melanjutkan: ‘Rasul Allah bersabda: ‘Bawakan kepadaku tulang belikat (katf, kiff, katif, waktu itu dipakai sebagai kertas) dan tinta, aku akan menuliskan bagimu surat agar kamu tidak akan pernah tersesat sesudahku untuk selama­lamanya!” Dan mereka menjawab: “Rasul Allah sedang mengigau!”
Bukhari mencatat dalam Bab Jawa’iz al­Wafd dari Jubair dari Ibnu Abbas: ‘Hari Kamis, aduh hari Kamis!’ Kemudian ia menangis sehingga air matanya menetes ke kerikil. Ia lalu berkata: ‘Sakit Rasul Allah makin memberat pada hari Kamis, dan beliau berseru: ‘Ambilkan kertas akan kutulis bagi kamu surat, agar kamu tidak akan tersesat sesudahnya untuk selama­lamanya!’ Dan mereka bertengkar (tana­za’u) dan tidaklah pantas bertengkar di depan Nabi. Mereka berkata: ‘Rasul Allah sedang mengigau! (hajara, yahjuru).
Dan beliau mewasiatkan menjelang wafatnya: “Keluarkan kaum musyrikin dari Jazirah Arab dan beri hadiah kepada utusan sebagaimana aku lakukan!’. Dan aku lupa yang ketiga”. 341 Bukhari dan Muslim yang berasal dari Ibnu Abbas: “Menjelang wafatnya Nabi, di rumahnya berada beberapa orang di antaranya Umar bin Khaththab. Beliau bersabda: ‘Biarkan (halumma) kutuliskan untuk kamu surat, agar kamu tidak pernah akan tersesat sesudahnya!’ Umar menjawab: ‘Nabi telah dikuasai sakit dan ada padamu al ­Qur’an maka cukuplah Kitab Allah!’.'
Dan keluarga Rasul berselisih pendapat (dengan Umar) dari mereka bertengkar. Dan di antaranya ada yang berkata: ‘Kamu bawakanlah! Biar beliau menuliskan untukmu surat yang tidak akan pernah membuat kamu tersesat sesudahnya!’ Dan di antara mereka ada yang berkata seperti dikatakan Umar. Dan tatkala ucapan­ucapan dan perselisihan makin menjadi­jadi, beliau bersabda: “Pergilah kamu dari sini!” 342 . Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir: ‘Bahwa Nabi meminta lembaran (shahifah) menjelang ajalnya, agar beliau dapat menuliskan surat supaya orang­orang tidak pernah akan tersesat sesudahnya, dan Umar menentangnya, (khalafa), bahkan menolaknya’.
Riwayat Ibn Abil­Hadid yang berasal dari Jauhari: “Dan tatkala pertentangan dan suara, makin bertambah tak menentu, Rasul Allah marah dan berseru: ‘Pergilah dari sini! Tidaklah pantas bertengkar demikian di depan Nabi! Maka keluarlah!”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Tatkala menjelang ajalnya, Rasul Allah saw bersabda: ‘Ambilkan tulang belikat akan kutuliskan kepadamu tulisan sehingga tidak akan berselisih dua orang sesudahnya. Maka orang­orang mulai ribut. Dan seorang wanita berkata: ‘Celaka kamu!’
Muttaqi al­Hindi berkata dalam Kanzu’l­Ummal dari Ibnu Sa’d dengan sanad yang berasal dari Umar yang berkata: “Kami berada dirumah Nabi dan di antara kami dan kaum wanita terdapat hijab: Maka Rasul Allah bersabda: ‘Basuhi diriku dengan tujuh kantong air (qirab, kantong yang terbuat dari kulit, pen.) dan ambilkan lembaran dan tinta agar aku menuliskan untuk kamu surat supaya kamu tidak akan pernah tersesat sesudahnya untuk selama­lamanya!’ Dan berkatalah kaum wanita: ‘Penuhi keinginan Rasul Allah!’ Dan aku berkata: ‘Diam kamu! Bila ia sakit kamu menangis! Tapi bila ia sehat kamu pegang tengkuknya! ‘Maka Rasul Allah saw bersabda: ‘Mereka lebih baik dari kamu!’
Akhirnya permintaan Rasul Allah saw tidak terpenuhi. Umar kemudian mengakui bahwa Rasul Allah saw ingin membuat wasiat untuk Ali sebagai penggantinya, tetapi ia menghalanginya.

Shahih Muslim, pada akhir Kitab al­Washiyah; Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 355. 341 Shahih Bukhari, jilid 2, hlm. 111, ‘Kitab al­Jihad’. 342 Qumu ‘anni. Shahih Bukhari, Bab Karahiyah al­Khilaf min Kitab al­I’tisham bi’l­Kitab was­Sunnah; Shahih Muslim pada akhir Kitab al­Washiyah. 343 Musnad Ahmad, jilid 3, hlm. 346. 344 Ibn Abil­Hadid, Syarh Nahju’l­Balaghah, jilid 2, hlm. 20. 345 Musnad Ahmad, jilid 1, hlm. 293. 346 Kanzu’l­’Ummal, jilid 4, hlm. 52. Lihat “Bab 15” Sub Bab “Umar Berani Tolak Permintaan Rasul saw”.

Bab 3. Madinah al­Munawwarah Akhir Hayat Rasul 
Sekitar dhuhur, hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriah, bertepatan dengan 8 Juni 632 M, wafatlah Nabi Muhammad Rasulullah saww, utusan terakhir. Beliau menarik napas akhir di pangkuan atau di dada Aisyah, istri beliau, tanpa memberi wasiat apa­apa. Ini menurut ummu’l­ mu’minin Aisyah. Menurut Ummu Salamah yang juga ummu’l­mu’minin, Nabi saw wafat sementara bersandar ke dada Imam Ali bin Abi Thalib, menantu dan sepupu beliau. Imam Ali pun mengatakan demikian, begitu pula Umar bin Khaththab. Nabi telah memberi wasiat, sekurang­kurangnya dalam hal menentukan orang yang akan memandikan jenazah dan membayarkan hutang­hutang beliau, yang kemudian dipenuhi oleh Imam Ali bin Abi Thalib. Dalam kamar petak, hujrah, tempat tinggal Aisyah di sisi sebelah Timur Masjid Nabi ini, berakhirlah hidup Rasul dalam usia 63 tahun, 10 tahun di Madinah dan 53 tahun di Makkah. Madinah al­Munawwarah

Batas Utara Madinah adalah Bukit atau Jabal Tsaur dan Lembah atau Wadi Qanat, Perbukitan Tsaur, tepat di Utara Uhud, terletak sekitar 8 (delapan) km Utara Masjid Madinah.
Batas Selatan Jabal ‘Air dan Wadi Aqiq. Jarak antara Jabal ‘Air dan Masjid Madinah sekitar 8 (delapan) km.
Di Barat laut terletak Jabal Sala’. Yang melintas di tengah Wadi Bathhan (Abu Jaidah).
Uhud terkenal dengan Perang Uhud (Ma’rikah Uhud) yang terjadi tahun 3 H/624 M dan menyebabkan gugurnya 70 sahabat, 64 kaum Anshar dan 7 kaum Muhajirin.
Batas Barat adalah Labah (al­Harrah al­Gharbiyah atau Lahar Barat) berupa bukit batu lahar berwarna hitam. Sebelah Timur terdapat Labah (al­Harrah al­Syarqiyah, Lahar Timur). Kedua Labah ini masing­masing berjarak 4 km dari Madinah.
Karena Labah ini sulit dilalui maka musuh, kaum Jahiliah, menyerbu Madinah dari Utara. Khandaq dibuat di sebelah Utara sebagai perintang untuk menghambat musuh.
Al­Harrah Syarqiyah sangat terkenal di zaman para sahabat dan tabi’in di kemudian hari, karena pada tahun 63 H/683 M pasukan Yazid bin Mu’awiyah menyerbu Madinah melalui Lahar Timur ini, ‘agar orang­orang Madinah menghadap matahari dan silau oleh sinar matahari’. Sepuluh ribu tujuh ratus delapan puluh (10780) orang dibunuh, diantaranya para sahabat Muhajirin dan Anshar masing­masing sebanyak tujuh ratus orang serta anak­anak mereka serta serta seribu gadis hamil akibat perkosaan. 286
Khandaq adalah suatu terusan yang digali Rasul dan para Sahabat atas usul Salman al­Farisi antara Bukit ‘Ubaid dan suatu tempat yang bernama Syaikhan. Terletak sekitar 1 km dari Madinah dan terkenal dengan Perang Khandaq atau Perang Ahzab (Marikah al­Khandaq atau Marikah al­Ahzab) yang berlansung tahun 5 H/626 M.
Batas Selatan adalah Jabal ‘Air dan Wadi ‘Aqiq yang terletak sekitar 8 km dari ‘kota’ Madinah. 287 Arah ke Timur, jarak Madinah ke Laut Merah, sekitar 375 km. Makkah berada di Selatan dan berjarak sekitar 497 km. Damaskus, ibu kota Syam, yang sekarang jadi ibu kota Syria, di Utara berjarak sekitar 1303 km.
Masjid Nabi 
Masjid ini terletak di bagian yang disebut sebagai ‘Kota Madinah’, kurang lebih di tengah pemukiman berupa kampung­kampung yang terpancar luas di sekelilingnya. Sejak dulu diketahui adanya klan besar ‘Aus dan Khazraj dengan puluhan anak sukunya, serta beberapa suku Yahudi. Di masa­masa terakhir, banyak pendatang memasuki kota ini, antara lain kaum Muhajirin dan sejumlah pemeluk baru agama Islam. Walaupun jumlah penduduknya mungkin hanya belasan ribu jiwa, namun menjadi pusat pemerintahan Islam yang meliputi seluruh jazirah Arab. Karena Rasul tinggal di sisi masjid ini, dan pusat kegiatan serta pusat pertemuan beliau dengan para tokoh Sahabat yang terpenting terjadi di Masjid ini, maka patut juga masjid ini disebut sebagai pusat pemerintahan Islam.

286 Lihat bab ‘Pengantar’, sub bab “Membunuh Muhajirin dan Anshar” 287 Lihat Peta Madinah
Masjid ini sendiri ­setelah perluasan dari bentuknya yang asli sepuluh tahun yang lalu­ berukuran 45 meter 288 setiap sisinya, dan hanya memiliki dua pintu untuk umum, sebuah di sisi Utara dan sebuah di sisi Barat. Ketika kiblat masih mengarah ke Baitul Muqaddis, dinding sisi Utara tidak berpintu. Ketika kiblat berpindah mengarah Ka’bah di kota Makkah, dibuatlah sebuah pintu di sisi Utara bersamaan dengan ditutupnya pintu di sisi Selatan. 
Sepanjang sisi Barat terdapat serambi Masjid (shuffah), tempat tinggal beberapa Sahabat Nabi. Pada sisi Timur masjid ini, berurut dari Utara ke Selatan, terdapat empat buah kamar petak dengan sekat yang terbuat dari pelepah dan daun kurma yang ditambal dengan tanah liat. Dinding sisi Baratnya menyatu dengan dinding masjid. Pintu­pintunya menghadap ke halaman masjid. Selanjutnya terdapat lima buah kamar atau rumah kecil.

Tatkala pertama kali dibuat, kamar sebelah Timur Masjid ini hanya dua buah. Satu kamar Rasul dan sebuah lagi kamar Fathimah. Tatkala kumpul dengan Aisyah, kamar Rasul ini sering juga dinamakan kamar Aisyah. Kamar­kamar lain dibuat kemudian.
Kamar Rasul yang Disucikan 289 
Sayid Samhudi 290 mengukur kamar Rasul saww. Panjang dinding Selatan kamar Rasul dari Timur ke Barat 4,8 meter 291 . Dinding Utara 4,68 meter. 292 Dinding Timur dan Barat, dari Utara ke Selatan, 3,44 meter 293 .

Kamar Rasul ini di sebelah Timur berhubungan dengan sebuah kamar tempat Rasul shalat jenazah 294 . Tinggi rumah dan kamar­kamar ini tujuh hasta atau 3,15 meter, sama dengan tinggi Masjid. Kecuali dinding Timur, tebal dinding 68 cm 295 . Tebal dinding Timur 61 cm 296 .
Kelihatannya dinding ini sangat tebal untuk ukuran sekarang, tetapi demikianlah yang dicatat Samhudi dalam Wafa’ al­Wafa’ yang dikutip A. Hafizh.
Pintu kamar Barat yang membuka ke Masjid, ditutup tirai, sehingga menurut ummu’l­mu’minin Aisyah, ia pernah menyisir rambut Rasul dari dalam kamar dan Rasul berada dalam Masjid.
Rasul tinggal dan menutup usia di kamar ini, yang sering juga disebut kamar Aisyah (18 tahun). 297
Di sebelah Utara kamar Aisyah terletak kamar Imam Ali bin Abi Thalib (34 tahun) dan Fathimah az Zahra (18 atau 26 tahun) serta kedua putranya, Hasan (7 tahun) dan Husain (6 tahun).
Di antara kedua kamar itu terdapat sebuah lobang berupa jendela kecil; kuwah, yang telah ditutup Rasul beberapa waktu lalu atas permintaan Fathimah. Sebelum ditutup, Rasul sering menjenguk Fathimah melalui jendela ini untuk menanyakan keadaannya. 
Fathimah meminta untuk menutup jendela itu, setelah bertukar kata dengan Aisyah pada suatu malam, karena Aisyah memasuki rumah Fathimah melalui jendela ini. 298

Di hadapan jendela kamar Fathimah terdapat sebuah tiang dari batang kurma, yang sekarang dinamakan tiang maqam Jibril 299 . Tiap hari Rasul mendatangi kamar Fathimah, dan di dekat tiang ini Rasul Allah mengangkat tangan sambil mengucap: ‘Assalamu’alaikum, ahlu’l­baitku, Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan segala kenistaan daripadamu, ahlu’l­bait (Rasul Allah) dan menyucikan kamu sebersih­bersihnya’. 300 
288 100 hasta. 289 Al­bait al­muthah­har, hujrah al­muthahhar 290

Lihat Bab 2: Sumber, sub bab, Samhudi. 291 10 + 2/3 hasta. 292 10 + 1/4 + 1/6 hasta. 293 7 + 1/2 +1/8 hasta. 294 Denah Masjid no. 3. 295 1 + 1/2 hasta + 2 inci. 296 I + 1/4 + 1/8 hasta. A. Hafizh, Fushul min Tarikh al­Madinah al­Munawwarah, Jiddah, hlm. 103­105. 297 Denah Masjid Nabi, no. 3. 298 A. Hafizh, Fushul min Tarikh al­Madinah al­Munawwarah, Jiddah, hlm. 103­105. 299 Denah Masjid no. 2. 300 Al­ Qur’an, 33:33. A. Hafizh, Fushul min Tarikh al­Madinah al­ Munawwarah, Jiddah, hlm. 59; dikutip dari Muslim pada bab Bait as ­Sayyidah Fathimah.
Ibnu ‘Abbas berkata: ‘Aku menyaksikan Rasul Allah saw selama 6 bulan mendatangi pintu rumah ‘Ali bin Abi Thalib, tiap waktu shalat, dan mengatakan: ‘Assalamu’alaikum warahmatullah.
Di sebelah Selatan kamar Aisyah terletak sebuah hujrah lagi, yaitu hujrah Hafshah putri Umar bin Khaththab, istri Rasul, yang dipisahkan oleh sebuah lorong yang memanjang dari Timur ke Barat, dan berakhir di Masjid dengan lebar 0,68 meter. Sebelah Timur lorong ini berakhir di halaman Masjid dengan lebar 1,37 meter. Luas kamar­kamar ini sama.
Lantai Masjid terbuat dari batu, dindingnya tersusun dari batu bata atau balok­balok tanah liat yang dikeringkan dengan sinar matahari (labin). Tiang Masjid dibuat dari batang kurma (juzu), atapnya dari pelepah (jarid) dan daun kurma (khush) berbentuk bangsal yang ditambal dengan tanah liat dan tidak terlalu padat; apabila hujan, lantai masjid akan basah karena tiris.
Di sebelah Utara kamar Fathimah ada sebuah lorong yang memanjang dari Timur ke Barat dan berakhir ke sebuah pintu masuk ke Masjid. Pintu ini hanya digunakan oleh Rasul saja, dan diberi nama ‘pintu Jibril’. 301
Di samping pintu untuk Rasul, ada sebuah pintu lagi dari kamar Imam Ali dan keluarganya. Pintu­pintu lain di sisi Timur masjid ini, beberapa waktu yang lalu, telah diperintahkan Rasul untuk ditutup, kecuali pintu masuk untuk Imam Ali. ‘Semua pintu ditutup,’ sabda Rasul, ‘kecuali pintu masuk untuk Ali. 302 
'
Di antara rumah atau kamar­kamar istri Rasul, ada gang­-gang yang menuju ke Masjid. Sebelumnya paman­paman Rasul dan para Sahabat seperti Abu Bakar, menggunakan gang­gang yang berakhir ke pintu Masjid ini untuk shalat. Agaknya pintu-­pintu ini disuruh tutup oleh Rasul, karena mengganggu kehidupan keluarga beliau. Dibu kanya pintu untuk keluarga Imam Ali berhubungan dengan turunnya ayat Al­Qur’an: ‘Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan segala kenistaan daripa damu, wahai ahlul bait, dan menyucikan kamu sesuci­sucinya’. (Al­ Qur’an, 33:33). Tatkala ayat ini turun, Rasul membentangkan baju beliau dan mengerudungkannya di atas diri Imam Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Dengan demikian maka Imam Ali dan keluarganya dapat memasuki Masjid dalam keadaan junub sekalipun.

Hadis yang antara lain berbunyi, ‘Tutuplah semua pintu (di sisi Timur Masjid), kecuali pintu untuk Ali’ adalah hadis mutawatir, diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam. 303 '
Juga Abdullah bin Umar bin Khaththab, yang berkata: “Ali bin Abi Thalib mendapat tiga keistimewaan; bila satu saja yang aku dapat, maka aku akan lebih senang daripada mendapatkan sekawan unta; ia mengawini putri Rasul dan mendapatkan anak­anak; semua pintu ke Masjid ditutup, kecuali pintu untuknya dan ia memegang bendera pada waktu perang Khaibar”. 304
Di riwayatkan oleh Ibnu Abbas, Jarir bin Abdullah, Sa’d bin Abi Waqqash, Buraidah al­Islami, Imam Ali bin Abi Thalib dan lain­lain. Sa’d bin Abi Waqqash berkata: ‘Sesungguhnya Rasul Allah saw menutup semua pintu Masjid dan membuka pintu untuk Ali; dan orang­orang menghebohkannya. Maka bersabdalah Rasul, ‘Bukan saya yang membukanya, melainkan Allah yang membukakan untuknya’. 305
Buraidah al­Islami berkata: ‘Rasul Allah memerintahkan menutup semua pintu; maka ributlah para Sahabat, dan sampailah kepada Rasul Allah saw, Rasul mengajak sholat berjamaah, dan setelah orang berkumpul, Rasul naik ke atas mimbar dan berkhotbah. Setelah membaca tahmid dan ta’zhim sebagaimana layaknya, Rasul lalu bersabda, ‘Bukan saya yang menutupnya, dan bukanlah saya yang membukanya, tetapi Allah yang menutup dan membukanya. Kemudian Rasul membaca ayat: warahmatullahi wabarakatuh ahlu’l­bait, Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan segala kenistaan daripadamu, ahlu’l­bait (Rasul Allah) dan menyucikan kamu sesuci-sucinya, ash­shalatu rahimakumullah!’ Tiap hari Rasul Allah saw melakukannya sebanyak lima kali’. '
'
Lihat juga Ad­Durru’l­Mantsur, tatkala menafsirkan ayat tersebut di atas, Al­Qur’an 33:33, dan bab ‘Perintahkan Keluargamu’. Yang lain berasal dari Abi al­ Hamra’, maula Rasul Allah saw: ‘Rasul Allah saw selama delapan bulan di Madinah, belum pernah keluar untuk salat kecuali beliau mendatangi pintu ‘Ali, meletakkan tangan beliau disamping pintu dan bersabda; ‘Ash­shalah, ‘Sesungguhnya..dst’ (al­Isti’ab, jilid 2, hlm. 598, Usdul Ghabah, jilid 5, hlm. 174, Nuruddin al­Haitsami, Majma’ Az­Zawa’id, jilid 9, hlm. 168).

Yang lain lagi dari Abu Barzah yang berkata bahwa ia shalat bersama Rasul Allah selama enam bulan, dan Rasul, bila keluar dari rumahnya, mendatangi pintu Fathimah... dst. (Majma’ az­Zawa’id, jilid 9, hlm. 169)
Yang lain lagi dari Anas bin Malik yang melaporkan bahwa Rasul Allah saw melakukan hal tersebut selama enam bulan juga. (Musnad Ahmad, jilid 3, hlm. 259, 275; al­Mustadrak, jilid 3, hlm. 159; Usdul­Ghabah, jilid 5, hlm. 531). 301 Denah Masjid no. 5. 302 Denah Masjid Nabi no. 4. 303 Musnad Imam Ahmad, jilid 4, hlm. 369; dan lain­lain. 304 Musnad Imam Ahmad, jilid 2, hlm. 26; Ibnu Hajar, dalam Fat’h al­Bari, jilid 5, hlm. 12; dan banyak yang lainnya. 305 Ibnu Katsir, dalam Tarikh­nya, jilid 5, hlm. 342, dan lain­lain.
‘Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu tiadalah sesat dan tiada kesasar. Dan dia tiada berkata menurut keinginannya sendiri. (Perkataannya) tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)’. 306

Dengan demikian maka Imam Ali dapat masuk keluar Masjid dalam keadaan junub, sebagaimana dicatat oleh Abu Nu’aim dalam Fadha’il ash­Shahabah. Kemudian, ada pula sebuah hadis yang berbunyi: ‘Tutuplah semua lobang (khaukhah) ke Masjid, kecuali khaukhah untuk Abu Bakar’, namun hadis ini jelas dimasukkan di kemudian hari (palsu).
Di sebelah Timur lorong ini, di halaman Masjid, terdapat rumah Abu Bakar, yang berhadapan dengan rumah Utsman yang kecil. Berdempetan dengan rumah Utsman yang lain, yang di sebut rumah Utsman yang besar. Di sebelah Selatan rumah Utsman, arah ke Selatan, terletak rumah Abu Ayyub al­Anshari yang bertingkat. Rasul pernah menginap di rumah ini pada saat permulaan Hijrah, sebelum Masjid dibangun.
Di sebelah Selatan, berdempetan dengan rumah Abu Ayyub, terdapat rumah Fathimah yang lain. Rumah ini dihadiahkan oleh seorang Anshar, Haritsah bin Nu’man, kepada Fathimah, sebagai hadiah perkawinannya. Imam Ali bin Abi Thalib membangun sebuah rumah di luar halaman Masjid, tetapi Fathimah menghendaki tinggal dekat dengan ayahnya, maka dengan gembira Haritsah memberikan rumah tersebut kepada Fathimah.
Agaknya, setelah Rasul wafat, keluarga Imam Ali bin Abi Thalib dapat dikatakan menetap di rumah pemberian Haritsah bin Nu’man, yang lebih luas ini. Setelah memandikan jenazah Rasul, keluarga Ali dan para sahabatnya berkumpul di rumah ini. Agaknya, rumah inilah yang dikepung dan diancam akan dibakar oleh Umar, sekembalinya ia dalam rombongan Abu Bakar dari Saqifah Bani Sa’idah di sore hari itu, untuk mendapatkan baiat Imam Ali.
Jurf 
Tempat ini terletak sekitar tujuh kilo meter sebelah Barat laut kota Madinah, dan sebelah Barat bukit Uhud. Di sana terdapat delapan mata air. Padang datar dan sumber air ini menjadikan Jurf tempat perkemahan kafilah yang datang ke atau yang akan berangkat dari Madinah. Pada hari Senin sesudah dzhuhur ini, tatkala Rasul wafat, terlihat suatu pasukan kaum Muhajirin dan Anshar yang sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke Mu’tah; suatu daerah di Palestina, untuk berperang melawan orang Romawi. Semua tokoh kaum Muhajirin pertama, seperti Abu Bakar dan Umar, serta tokoh kaum Anshar seperti Sa’d bin ‘Ubadah, diperintahkan Rasul ikut dalam ekspedisi ini. Komandan pasukannya ialah Usamah bin Zaid bin Haritsah yang berusia tujuh belas tahun. Ia sedang berada di atas punggung kudanya tatkala datang utusan Ummu Aiman, ibunya, yang memberitahukan bahwa Rasul sedang menghadapi saat­saat terakhir beliau. Pasukan ini pun kembali ke Madinah.

Sunh 
Sunh terletak di tepi Barat laut Bukit Sala’ dekat sebuah masjid yang bernama masjid al­Fatah, berjarak 1,6 kilometer dari Masjid Nabi. Ketika wafatnya Rasul, Abu Bakar berada di rumahnya yang berada di perkampungan Harits bin Khazraj di Sunh. Hampir semua catatan mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar ikut dalam pasukan Usamah, karena diperintahkan Rasul, dan beliau mengutuk siapa saja yang meninggalkan pasukan ini. Dengan alasan bahwa Usamah berusia muda, kaum Muhajirin pertama membangkang terhadap perintah Nabi. Catatan sejarah yang sukar dibantah mengatakan demikian. Mengapa Abu Bakar bisa berada di Sunh, ada dua versi. Yang pertama mengatakan bahwa Abu Bakar telah berada di Jurf, dan setelah mendengar Rasul sedang menghadapi saat­saat terakhir beliau, ia mampir ke Sunh sesudah memimpin sholat subuh di Masjid Nabi. Riwayat yang terakhir ini agaknya dimasukkan kemudian untuk memperkuat ‘Nas bagi Abu Bakar’, karena hadis ini mengandung pertentangan yang sukar didamaikan. Saqifah Bani Sa’idah

Saqifah atau balairung ini terletak di suatu tempat sekitar lima ratus meter sebelah Barat Masjid Nabi. Di sini terdapat sebuah sumber air yang bernama Bi’r Budha’ah dan sebuah masjid. Marga Sa’idah yang mendiami ‘desa’ ini memiliki sebuah balairung (Saqifah) tempat bermusyawarah, yang terkenal dengan nama Saqifah Bani Sa’idah. Di sinilah kaum Anshar berkumpul pada saat Rasul wafat, untuk mengangkat Sa’d bin Ubadah, pemimpin kaum Anshar, menjadi pemimpin umat. Seorang Anshar membocorkan pertemuan ini kepada Umar bin Khalhthab, dan bersama empat orang Mekkah lainnya, Umar dan Abu Bakar datang ke Saqifah. Terjadilah perdebatan hangat, dan kalau bukan karena anak Sa’d bin ‘Ubadah yang bernama Qais, mungkin Sa’d bin ‘Ubadah telah dibunuh Umar pada saat itu. Abu Bakar dibaiat di Saqifah. Kecuali beberapa orang yang tetap tidak mau membaiat Abu Bakar, seperti tokoh Anshar Sa’d bin ‘Ubadah, mayoritas yang hadir telah membaiatnya. Lembaga baiat yang di zaman Nabi merupakan lembaga pengukuhan, telah dijadikan lembaga pemilihan. Bagaimana dengan pihak yang tidak setuju? Timbul paksaan. Kekerasan datang susul menyusul. Rombongan Saqifah kembali ke Masjid Nabi.
Rumah Fathimah 
Setelah sampai ke Masjid Nabi, Umar lalu memimpin serombongan orang untuk mengepung dan mengancam akan membakar rumah Fathimah putri Rasul, ‘biarpun Fathimah ada di dalam rumah’. Pengepungan ini dimaksudkan untuk mendapatkan baiat dari Ali yang tidak mau membaiat Abu Bakar. Usaha ini gagal, karena Fathimah putri Rasul keluar dan mengusir mereka. Sejak itu, Fathimah tidak berbicara baik­baik lagi dengan Umar maupun Abu Bakar, sampai wafatnya. Wanita utama ini berpesan untuk dikuburkan secara diam­diam pada malam hari, dan tidak membolehkan Abu Bakar, Umar maupun Aisyah menghadiri pemakamannya.

Kamar Rasul 
Rasul wafat di kamar beliau, setelah berulang­ulang berpesan umuk dimakamkan di kamar ini, lama sebelum beliau wafat, dan bersabda bahwa yang terletak diantara ‘kamarku’ atau ‘kuburku’ atau ‘rumah Aisyah’ di satu sisi, dan ‘mimbarku’, disisi lain, adalah taman dari taman­taman surga. Beliau bersabda: 
1. Antara rumah dan mimbarku adalah taman (raudhah) dari taman­taman disurga. Ma baina baiti wa minbari raudhatun min riyadhi’l jannah 307 
2. Antara kuburku dan mimbarku adalah taman dari taman­taman di surga. Ma baina qabri wa minbari raudhatun min riyadhi’l jannah. 308 
3. Antara kamarku dan mimbarku adalah taman dari taman­taman di surga. Ma baina hujrati wa minbari raudhatun min riyad­hi’l jannah. 309 
4. Antara mimbar dan rumah Aisyah adalah taman dari taman­taman di surga. Ma bainal minbari wa bait Aisyah raudhatun min riyadhi’l jannah. 310 5. Barangsiapa ingin bergembira shalat dalam taman dari taman­taman di surga, maka shalatlah di antara kubur dan mimbarku. Man sarrahu an yushalli fi raudhatin min riyadhi’l jannah fal yushalli baina qabri wa minbari. 311

Ibn Abil­Hadid mengatakan: “Bagaimana mungkin orang berbeda pendapat mengenai tempat penguburannya, sedang beliau telah mengatakan kepada mereka: “Kamu letakkan saya di atas ranjangku di rumahku ini, ditepi kuburku”, (fa dha’ uni ‘ala sariri fi baiti hadaz ‘ala syafiri qabri) dan hal ini menjelaskan agar ia dikuburkan di rumah dimana mereka sedang berkumpul, yaitu rumah Aisyah. 312
Hadis­hadis ini termasuk hadis yang sangat kuat. 
307 “Antara rumahku dan minbarku”, diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Imam Ahmad, Ad­ Daraquthni, Abu Ya’la, al­Bazzar, Nasa’i, ‘Abdurrazaq, Thabrani, Ibnu an­Najjar­melalui jalur Jabir dan ‘Abdullah bin ‘Umar, ‘Abdullah al­Mazani dan Abu Bakar. Lihatlah Shahih Bukhari kitab “Ash­Shalah” bab “Kemuliaan antara Kubur dan Mimbar” dan kitab “Haji”; Shahih Muslim, kitab “Haji”, bab “Kemuliaan antara Kubur dan Mimbar Rasul”; Taisir Al­Wushul, jilid 3, hlm. 323; Tamyiz ath­Thib, hlm. 139 dan ditambahkan bahwa hadits ini telah disepakati shahih­nya; Kanzu’l Daqa’iq, hlm. 129; Kanzu’l­’Ummal, jilid 6, hlm. 254; Al­ Jami’ ash­Shaghir, dan mensahihkan hadits ini dengan mengatakan bahwa hadits ini mutawatir seperti tertera dalam al­Faidh al­Qadir, jilid 5 hlm. 433; Tuhfatul Bari dalam Dzail Al­Irsyad, jilid 4, hlm. 412; Wafa’ a1­Wafa’, jilid 1, hlm. 302­303 dan disahihkan melalui jalur Ahmad dan Al­Bazzar. 308 “Antara kuburku dan mimbarku”, diriwayatkan oleh Bukhari, Imam Ahmad bin Hanbal, ‘Abdurrazaq, Said bin Manshur, Baihaqi, al­Khathib, al­Bazzar, Thabrani, Abu Nu’aim, Ibnu Asakir melalui jalur Jabir, Sa’d bin Abi Waqqash, ‘Abdullah bin ‘Umar dan Sa’id al­Khudri, Lihatlah Tarikh al­Khatib, jilid 9, hlm. 228 dan 290, Irsyad as­Sari oleh Qasthalani, jilid 4, hlm. 413; Kanzu’l­’Ummal oleh Muttaqi al­Hindi, jilid 6, hlm. 254; Wafa’ al­Wafa’ oleh Samhudi, jilid 1, hlm. 303; mereka mengutip dari Bukhari dan Muslim dari jalur al­Bazzar. 309 “Antara kamarku dan minbarku” diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Said bin Manshur dan Khathib Baghdadi dari jalur Jabir dan ‘Abdullah Al­Mazini, seperti tertulis dalam Tarikh Al­Khathib, jilid 3, hlm. 360; Kanzu’l­ ’Ummal, jilid 6, hlm. 254; Syarh Nawawi Li Muslim, Hamish Al­Irsyad, jilid 6, hlm. 103. 310 “Antara minbar dan rumah ‘A’isyah”, diriwayatkan oleh Thabrani, al­Awshad, dari jalur Abu Sa’d Al­Khudri, seperti tertulis dalam Irsyad as­Sari, jilid 4, hlm. 413; Wafa’ al­ Wafa’, jilid 1, hlm. 303. 311 Diriwayatkan oleh Dailami dari jalur ‘Ubaidillah bin Labid, seperti tertera dalam Kanzu’1­’Ummal, jilid 6, hlm. 254. 312 Lihat Ibn Abil­Hadid, Syarh Nahju’l­Balaghah, jilid 13, hlm. 39. Dan hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d, Al­Hakim, Baihaqi dan Thabrani dalam al­Awsath dari jalur Ibnu Mas’ud. Lihat Suuythi, Al­Khasha’ish al­Kubra, jilid 2, hlm. 276 dan lain­lain.

hsndwsop: Walaupun buku tersebut masih perlu kita kritisi, namun lebih baik dari buku-buku sejarah yang beredar dikalangan kita disebabkan kepalsuan tidak pernah terungkap.

source:
file:///C:/Users/bukha/Documents/HADIST%20MADE%20IN%20ABU%20HURAIRAH.pdf


Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.