Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.
TA'ASHSHUB ; INTERAKSI LEBIH TINGGI KETIMBANG KESAMAAN IDEOLOGY
Oleh : Ali Asytar Aceh Sumatra
Saya mempunyai keyakinan, hatta pada waktu-wak tu belakangan ini, bahwa ikatan paling tinggi dan sa kral adalah kesamaan Ideology dan Keyakinan. Arti nya saya menyadari bahwa orang paling dekat de ngan diri saya adalah orang-orang yang mempunyai jalan berpikir seperti saya, dan memiliki keimanan se perti yang saya yakini.
Sebenarnya memang demikian persoalannya bila kita analogikan pada berbagai bentuk interaksi lainnya. Tetapi dari istilah Ummah, ternyata kita bisa sampai pada istilah Ta'ashshub, yakni interaksi anta ra anak-anak manusia dalam bentuknya yang lebih tinggi ketimbang interaksi yang didasarkan atas kesa maan ideology dan kemiripan dalam keyakinan.
Individu-individu yang hidup dalam satu ummah, tidak saja dekat dalam aspek pemikiran, tetapi juga memiliki ikatan yang lebih mendalam dan kuat diban ding itu. Diantara interaksi-interaksi yang didasarkan atas kelompok, keturunan, warna kulit dan kesama an tanah air, tidak satupun yang terjamin dan memili ki eksistensi hakiki dan praktis. Sementara itu, ika tan ideologis dan keyakinan, kendatipun boleh diang gap sebagai satu-satunya ikatan yang paling tinggi, toh bukan apa-apa, jika kita menunjuk kepada istilah Satre, "ia tidak punya eksistensi swebagai sesuatu yang esensial, sebab tidak berlaku dalam kehidupan praktis".
"Aku berpikir dengan cara ini", "Aku punya keyaki nan tertentu", "Aku orang baik", "Aku orang jahat" dan ungkapan-ungkapan seperti itu, semuanya ha nyalah konsep-konsep kosong dan baru bisa dianggap eksis serta punya arti manakala telah ter bukti eksistensinya secara nyata. Justeru itu "Aku orang baik" dan "Aku orang jahat", sama dan seban ding, dan sama pula dengan konsep-konsep berikut ini: "Engkau berpikir", "Kami berpikir dengan metode yang sama", dan "Kita tidak memiliki ,metode berpi kir yang sama", sebab semuanya memang tidak punya eksistensi. "Kita berpikir dengan metodologi yang sama dan memiliki keyakinan yang sama pula", memang merupakan ungkapan yang benar, tetapi manusianya tetap belum eksis. Ia baru dikatakan eksis bila telah meniupkan etos kerja dalam hal-hal yang "baik" atau "buruk".
bersambung. . . . . . .