Isnin, 30 Januari 2012

Distorsi Sejarah dalam Serial Muawiyah, Hasan dan Husein (Bagian kedua)

Bismillaahirrahmaanirrahiim 


Bulan ramadhan tahun 1432 Hq, sejum lah saluran televisi berbahasa Arab seca ra serentak menayangkan film serial ber tema sejarah Islam. Namun serial berju dul ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' ini sarat dengan kebohongan, distorsi dan pemutarbalikan fakta sejarah. Tebar ke bohongan seperti ini tentu saja tidak seja lan dengan nuansa ruhani yang menye limuti umat Islam di bulan Ramadhan. Se rial ini dengan jelas berusaha menebar kebencian dan perselisihan di tengah umat Islam. Tak heran jika lantas serial yang dibuat dengan dana raksasa yang d kucurkan oleh salah satu perusahaan Ku wait ini menuai kritik, bahkan kecaman dan penentangan luas, padahal para pembuat film mengklaim adanya dukungan kuat dari para ulama terhadap muatan dan isi film.



Penentangan pertama muncul di Kuwait sendiri. Ayatollah Muhammad Baqir Muhri, pemimpin Syiah Kuwait melayangkan kecaman dan penentangannya. Muhri mengatakan, secara syariat, tidak ada satupun ulama dan tokoh Syiah yang mengizinkan pembuatan film ini. Sebab, film serial ini telah menghujat dua Imam Syiah dan melecehkan seluruh pengikut Syiah. Pernyataan itu disampaikan Ayatollah Muhri untuk menjawab klaim pembuat film yang mengaku telah mengantongi izin dan dukungan dari para ulama Syiah dan Sunni.



Di Iran, para ulama mengecam pembuatan film yang memutarbalikkan fakta sejarah ini. Ayatollah Makarim Shirazi, ulama dan marji Syiah mengeluarkan fatwa haram untuk pembuatan film yang merugikan Islam ini. Menurut beliau, penentangan muncul karena para pembuat film serial ini berusaha membersihkan dosa Muawiyah dan Yazid dari lembaran sejarah. Karenanya, serial ini bisa dimanfaatkan oleh musuh untuk kepentingannya. Pernyataan senada juga disampaikan oleh Ayatollah Safi Golpeygani dan Ayatollah Ja'far Subhani dua marji Syiah di kota Qom. Mereka menyatakan bahwa pembuatan film seperti ini akan menumbuhkan kemunafikan dan permusuhan di tengah umat Islam.



Penentangan tidak hanya datang dari kalangan Syiah. Universitas al-Azhar Mesir juga mengumumkan penentangannya terhadap serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein'. Al-Azhar yang merupakan pusat keilmuan agama paling bergengsi di kalangan Ahlussunnah menyatakan bahwa penentangan ini terjadi karena film terkait menunjukkan wajah Ahlul Bait Nabi, sementara para ulama al-Azhar mengharamkan penayangan gambar insan-insan suci itu. Syeikh Ali Abdul Baqi, sekretaris Forum Kajian Islam al-Azhar mengatakan, "Kami telah berulang kali menyatakan penentangan terhadap penyangan gambar para Nabi dan Ahlul Bait dalam sinema dan televisi. Mereka yang terlibat dalam dunia sinema harus memerhatikan pandangan fiqih ini."



Sekitar delapan juta orang di Mesir yang tergabung dalam kelompok Syurafa' menyatakan menolak serial Muawiyah, Hasan dan Husein. Menurut mereka, garis merah bagi mereka adalah Imam Hasan dan Imam Husain. Tak hanya bersikap, kelompok ini juga telah melakukan usaha keras untuk mencegah penayangan serial tersebut dari satelit Nile Sat, milik pemerintah Mesir. Akibat penentangan yang juga direstui oleh para ulama al-Azhar, televisi resmi Mesir tidak mengizinkan penayangan film ini, dan hanya sebagian televisi swasta yang menayangkannya.



Seiring dengan itu, gugatan terhadap para pembuat film serial ini juga sudah diajukan untuk diproses secara adil. Fakta-fakta lain di balik skenario pembuatan serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' bakal terkuak. Jika sebelum ini, para pembuat serial mengaku mengantongi restu dari para ulama Syiah dan Sunni, kini terungkap bahwa klaim itu tak lebih dari kebohongan yang mereka tebar. Untuk rakyat dan masyarakat umum, banyak fakta yang sudah terjelaskan.



Di sini perlu dijelaskan bahwa fatwa haram penayangan gambar wajah Nabi Saw dan Ahlul Bait as bukan hanya pendapat para ulama al-Azhar. Sebab, hampir seluruh ulama baik Syiah maupun Sunni, memiliki pandangan yang sama dengan itu. Sayangnya, para pembuat film tak hanya memutarbalikkan dan mendistorsi sejarah tetapi juga menutup mata dari fatwa mayoritas ulama ini. Tak heran jika langkah itu direaksi keras oleh para ulama dan masyarakat umum. Banyak orang di berbagai negara yang melaksanakan fatwa para ulama mereka yang mengharamkan film ini. Masyarakat yang menolak film ini juga melakukan aksi umum lewat media internet. Via internet, mereka mengumpulkan jutaan tanda tangan untuk menghentikan penayangan serial kontroversial tersebut. Puluhan laman jejaring sosial facebook yang menentang serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' dengan anggota ribuan orang juga ikut meramaikan aksi ini.



Beberapa episode dari serial ‘Muawiyah, Hasan dan Husein' sudah ditayangkan dan reaksi penentangan bahkan kecamanpun bermunculan. Semakin lama penentangan itu itu semakin meluas. Umumnya mereka yang menolak film serial ini menyebut penistaan terhadap Ahlul Bait Nabi as dan penafian peran utama Yazid dalam peristiwa Karbala dan pembantaian Imam Husein as sebagai alasan penentangan. Syeikh Abdul Mahdi Karbalai, wakil Ayatollah Sistani di Karbala mengatakan, "Tidak ada ulama Syiah yang menyetujui film serial ini. Dalam banyak episodenya, film ini telah melakukan distorsi sejarah besar-besaran terkait Imam Hasan dan Imam Husein."



Dr Mohammad Hossein Saei, pakar sejarah Islam menegaskan bahwa untuk mengetahui sejauhmana kebohongan yang sengaja ditebar dalam serial ini, cukup kita menyelidiki para pembuatnya. Penyandang dana serial ini adalah sebuah perusahaan Kuwait yang memiliki hubungan spesial dengan Wahid bin Talal, salah seorang pangeran Arab Saudi. Pangeran inilah pemiliki sejumlah stasiun televisi Arab yang menayangkan serial kontroversial tersebut. Stasiun-stasiun televisi ini umumnya menayangkan program-program yang bertujuan menyebarkan sekularisme dan gerakan anti Islam di Dunia Arab. Pemilik jaringan televisi itu punya hubungan perseroan dengan Robert Murdock, Zionis Amerika yang dikenal sebagai Raja Jaringan Informasi, dalam membangun sejumlah stasiun televisi.



Di akhir pembahasan ini perlu kita singgung bahwa agenda membuat serial dan film yang menyudutkan keyakinan Islam bukan hal yang baru. Perang media dan informasi terhadap Islam sudah ada sejak lama bahkan di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Gerakan yang biasa disebut Islamophobia ini sebenarnya menunjukkan kekalutan kubu kafir terhadap pengaruh Islam yang semakin besar di dunia. Sebab, dalam beberapa dekade terakhir arus kebangkitan Islam kian membesar berkat teknologi modern di dunia informasi.



Bisa dikata bahwa kubu anti Islam dengan berbagai sarananya, khususnya media-media massa yang ada dalam genggaman hegemoni AS telah menyulut sebuah perang informasi besar-besaran terhadap Islam. Mereka biasa memutakbalikkan fakta dan mendistorsi ajaran-ajaran agama ilahi ini termasuk juga sejarah para pemuka agama. Tujuannya adalah untuk memburukkan citra Islam dan melemahkan keimanan yang sudah ada. Namun mereka melupakan satu hal yang sangat penting, yaitu bahwa usaha apapun yang mereka lakukan untuk memadamkan cahaya Allah tak berbeda dengan upaya sepenggal awan untuk menutupi cahaya dan panas matahari. Usaha mereka akan sia-sia sementara pancaran cahaya kebenaran dan nur Ilahi akan semakin besar untuk menerangi dunia. (IRIB Indonesia)


Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.