Oleh : Ismail Asso*
Pendahuluan.
Artikel ini sudah lama ditulis sebelum ‘Opini’ saya yang lain dimuat dikoran ini, misalnya opini tanggal 15/3/2011, Bintang Papua (BP)). Tulisan ini baru dikirim ke redaksi Suara Pembaca BP. Judul ini lahir karena Kapolresta Jayapura AKBP. H. Imam Setiawan, (maaf jika penulisan nama dan gelar salah) meletakkan jabatan (mengundurkan diri) karena kasus amoral yang dilakukan anak buahnya. Mau disoroti disini karena beberapa alasan.
Pertama bahwa kasus seperti ini jarang, terjadi di Indonesia, sehingga menarik ditulis ulang disini agar menjadi teladan pejabat pusat hingga daerah.Kedua, karena dia menjadi pendekar moral aparat Kepolisian RI secara umum dan pejabat lain Papua.
Ditengah kebobrokan moralitas itu, AKBP Imam Setiawan, sebagai seorang pejabat public, dan itu kejadiannya di Papua, yang bagi kebanyakan orang Indonesia suatu daerah yang cukup jauh terisolir dari pusat pembangunan pemerintahan Negara, tapi daerah sorga para pejabatnya, menjadi alasan menarik bagi penulis mengangkat tema ini disini.
Ketiga, dalam peristiwa ini ada hikmah (pelajaran) bagi kaum muslimin Papua bahwa AKBP H. Imam Setiawan adalah seorang pejabat muslim. Dalam kasus dia terinspirasi akhlaqul karimah Islamiyyah, yang beliu comitmen dengannya. Ada kesan, (maaf, penulis puji berlebihan disini, mungkin beliau sendiri tidak suka atau malah keberatan tentang penulisan kasusnya disini).
Keempat, Penegakan hukum (law enforceman) wilayah Kapolresta Jayapura sebagai Ibukota Propinsi Papua jadi lebih berwibawa. Aparat penegak hukum tidak bisa nakal. Jika ada oknum aparat melakukan tindakan diluar hukum, masyarakat bisa mengadukan langsung pada atasan.Ketegaran moral yang diperlihatkan Kapolresta menjadi effeck jerah dan itu warning bagi aparat kepolisian Kota Jayapura tidak semena-mena pada masyarakat lemah.
Imam Setiawan Polri Teladan
Pengunduran diri akibat amoral bawahan jarang, bisa terjadi, di Negara yang demokrasinya belum dewasa seperti halnya Indonesia. Harus diakui AKBP Imam Setiawan Kapolres Teladan tahun 2010-2011. Keteladanan ini harus menjadi teladan Nasional Kepolisian Republik Indonesia.
Bagi kebanyakan orang di Indonesia, jabatan adalah kesempatan (peluang), -apalagi itu di Papua, suatu wilyah Otonomi Khusus dengan limpahan rupiah yang cukup besar diatas rata-rata APBD secara nasional, Papua mendapat jatah anggaran pusat terbesar di Indonesia, -untuk memperkaya diri dengan jalan tidak halal.
Ditengah psikologi pejabat seperti itu, apa yang dicontohkan AKBP Imam Setiawan, memberikan teladan moral (akhlaqul karimah) tinggi pada kita semua, terlepas nawaitu, karena Allah atau popularitas duniawi. Namun apa yang ditelankan Kapolresta sangat terpuji bagi public Indonesia. Kapolresta AKBP Imam Setiawan selama ini dikenal warga Kota Jayapura pribadi santri yang taat agama, tegas dan disiplin sebagai perwira POLRI.
Penulis kenal sedikit dan itupun dari media massa, kepribadian Kapolresta Jayapura, kesan penulis dia seorang pribadi ‘alim yang memiliki integritas moral yang sangat tinggi (akhlaqul karimah). Sehingga patut disorot menjadi sebuah tulisan agar public kenal lebih jauh. Dan terpenting disini adalah teladan moral umum pejabat Papua pada umumnya.
Penulis dengar kabar, “pengunduran diri Kapolresta Jayapura, AKBP Imam Setiawan, (waktu itu) dari berita malam Metro TV, Jakarta, langsung kaget sekaligus kagum. Pengunduran diri Kapolresta Jayapura yang akhirnya ditolak Kapolda Papua atas kasus asusila bahawannya itu teladan seorang Perwira Menengah KepolisianRepublik Indonesia (POLRI) yang jarang bisa terjadi didalam Kepolisian RI.
Penulis menilai tindakan peletakan jabatan Kapolresta Jayapura sebagai suatu sikap seorang perwira teladan yang memiliki integritas moral tinggi. Dan patut menjadi panutan. Dia patut dibanggakan Korps Kepolisian RI dan kaum muslimin, karena beliau teladani akhlaq islam yang dia yakini, ditengah Negara mulai Korps Kepolisian RI, hingga anggota DPR RI tersandung korupsi.
Gus-Dur (allahummaghfirlahu), dalam salah satu diskusi diradio swasta Utan Kayu Jakarta, pernah menyebut di Indonesia ini benar-benar Polisi jujur dan baik itu ada tiga inisial T (3T). Salah satunya Patung Polisi Tidur. Mungkin Gus-Dur masih hidup dia tambahkan nama Imam Setiawan, jadi 3 TIM, sebagai tambahan Polisi jujur.
Akhlaq Dan Pluralitas
Untuk membahas judul ini, penting disampaikan dulu soal ini disini, agar tumbuh kesadaran bersama sehingga tidak ada cliem monopoli. Asumsi: ‘Papua ciptaan Tuhan, Orang Papua Pewaris’, pameo : ‘Adat ada dulu baru Agama dan Pemerintah datang’, penting dimengerti. Maksud pameo dua kalimat belakang netral, tapi yang pertama, bagi orang Papua mutlak.
Kecuali itu, selain akhlaq Islam dan fenomena paguyuban etnis, penulis ingin memberikan sedikit pikiran teologi inclusive dalam pluralitas masyarakat Papua. Diharapkan ada elaborasi lebih lanjut pengembangan teologi Islam inclusive sesuai konteks social Papua. Karena itu semua pihak dapat memberikan kontribusi pemikirannya untuk kebaikan hidup bersama Papua kedepan.
Keutamaan moral pejabat public Papua sebagai teladan bagaimana seharusnya (das sollen) dan kenyataan (das sein) senantiasa didapati paradoxe. Penegakan moral (akhlaqul karimah) karena itu sangat penting. Law enforcement dalam pembangunan Papua lemah. Padahal maju-mundur suatu bangsa lebih disebabkan tinggi-rendahnya moral suatu bangsa dan itu diantaranya penegakan hukum, demokrasi dan HAM.
Idealiatas nilai Islam dan kenyataan pluralitas social masyarakat Papua adalah rahmat. Bagi Muslim Papua nilai-nilai islam harus menjiwai tingkah laku (moralitas) masyarakat pemeluknya. Seringkali moralitas ideal islam dan praktek masyarakat muslim, antara cita dan rasa, senantiasa tidak seiring sejalan.
Bila umat islam sanggup menjadi teladan moralitas dalam pembangunan character bangsa. Maka trasnformasi nilai-nilai islam ideal bisa menjadi standar nilai bersama, minimal standar nilai internal umat atau nilai itu dapat mempengaruhi tingkah laku dalam diri umat islam sendiri.
Sesungguhnya etika semua agama sama. Transcendental orientasinya menuju ‘Kebaikan Rahmat Tuhan’ (Kasih Sayang Tuhan). Semua agama mengajarkan Kebaikan untuk mendapatkan Rahmat Tuhan. Bicara agama dasarnya Kebaikan Rahmat Tuhan. Maka kebaikan inti dari pesan keagamaan dan itu ada dalam semua agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam).
Karenanya usaha standarisasi nilai-nilai Islam bagi kemasalahatan bersama tidak lepas dari itu. Namun yang terpenting digarisbawahi disini adalah bahwa tidak ada jaminan otoritas penafsiran kebenaran mutlak subyektif orang islam. Sejak wafatnya Rasullah SAW, kecuali masa sahabat, Islam masa kini sesungguhnya hanya jejak.
Islam persis seperti apa, kita belum pernah ikut terlibat mengalami islam zaman Nabi, berarti paham islam serta penafsiran yang kita mau coba tawarkan sebatas ijtihad interpretasi belaka yang itu bisa salah bisa benar (bersifat ijtihadi). Hadits Nabi popular dikalangan ahli fuqoha menyebut : ‘Seorang hakim memutuskan perkara sulit tapi hasil ijtihadnya benar maka dapat dua pahala tapi kalau ijtihadnya salah maka tetap dapat pahala satu’.
Untuk itu disini kita mencoba menampilkan interpretasi bebas nilai-nilai islam dari sumber utama Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai suatu ijtihad sesuai dimensi waktu dan tempat dalam konteks social Papua. Karena itu orang boleh berasumsi bahwa memahami islam persis sepersis-persisnya zaman Rosulullah itu muspra.
Namun melalui me-reinterpretasi kitab suci dan sunnah Rasul sebagai guardance umat islam, kita sebenarnya sanggup membumikan nilai-nilai ideal islam yang bersifat transendetal itu dalam bumi Papua. Transformasi nilai-nilai Islam universal sebagai islamic ethic sebagaimana protestan ethic berlaku di Amerika atau campuran etika semua agama.
Hal ini tidak saja menjadi tanggungjawab intelektual muslim Papua tapi semua, tatkala kita mengalami dekadensi moral (akhlaqul karimah) umat masa kini dan untuk masa depan.Kita senantiasa mengalami suatu proses. Proses baru dan lain tatakala kita berjumpa dengan berbagai kelompok etnis. Maka standar nilai, kehidupan bersama dalam kemajemukan masyarakat Papua berasal dari berbagai sumbangan semua pandangan positif.
Pandangan positif akhlaqul karimah secara internal umat islam mau didahulukan lebih dulu disini, sebelum menata nilai diluar diri umat Islam. Untuk itu revolusi penataan akhlaqul karimah internal umat Islam Papua secara frundamental sangat urgent harus didahulukan.
Landasan teologis untuk ini Nabi Muhammad SAW sendiri mengaku bahwa dirinya diutus sebagai Nabi dan Rasul oleh Allah SWT, semata-mata hanya untuk menyempurnakan akhlakulkarimah (kemuliaan budi/tingkah laku) umat manusia. Demikian bunyi Hadits Nabi :
Innamaa buitstu li utammima makaarimal akhlaq. Artinya : “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq”. (Al-Hadits).
Oleh sebab itu umat Islam Papua harus menunjukkan moralitas tinggi sebagaimana teladan itu diajarkan dan diteladankan (Sunnah) Nabi. Tatkala Nabi Muhammad SAW mau meninggal beliau berpesan pada umat islam untuk berpegang teguh pada dua perkara yakni Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Apabila umat berpegang teguh pada dua perkara itu maka tidak akan sesat dan sebaliknya. Maka kita harus kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Umat Islam Papua harus kembali pada Al-Qur;an dan Sunnah Rasul. Umat Islam Papua merubah diri sesuai nilai-nilai islam (akhlaqul karimah) dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Imam Al-Hasan Al-Bashri RA berkata :
“Seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan selama dia memiliki penasehat dalam dirinya sendiri. Dan muhasabah (intropeksi) diri merupakan penasehat yang paling utama”. (Fajri 91.4 FM).
Lebih lanjut sahabat Nabi berkata : ‘Bahasa perbuatan lebih terang dari bahasa kata-kata’. Perubahan akhlaq harus dimulai dari dalam diri sendiri tanpa harus kita sibuk khotbah sana-sini tapi kelakuan tetap korup. Jika perbaikan akhlaq dari dalam diri, pancaran sinarnya meneduhkan dan menerangi lingkungan gelap.
Islamic ethice didahulukan, maka Islam diterima dan dipandang sebagai sesuatu yang tidak asing. Islam dikenali karena keunggulan akhlaqul karimah. Itu membuat orang menjadi simpati dan menerima Islam. Sehingga tidak ada sikap alergy dengan islam. Kesan ada islam phobia kelompok lain dan dalam batas-batas tertentu ada asumsi islam “tercurigai” bagian integral dari kolonisasi itu sendiri.
Solusi hilangkan kesan itu, Ormas islam Papua harus turun kebawah. Tidak elitis dan berorientasi kekuasaan pusat. Tapi secara proaktif terlibat dalam kerja-kerja social, pelanggaran HAM dan demokrasi. Islam harus tampil dalam wajah ramah penuh peduli lingkungan sekitar (rahmatan lil’alamin). Perubahan itu harus muncul dari dalam diri umat islam dan itu waktunya sekarang.
Paradigma baru Ormas islam Papua menjadi penting disini dan perhatian intelektual muslim Papua. Kerja-kerja konkrit kemanusiaan apa yang dialami rakyat Papua harus ada kepedulian dari orang Islam Papua. Mungkin hal ini sudah dicoba lakukan element Majelis Muslim Papua, namun sesuatu yang baik bernilai positif harus didukung semua Ormas Islam Papua.
Sebab islam agama beradik kaka dengan agama Yahudi dan Kristen (agama anutan mayoritas rakyat Papua), maka punya potensi hidup rukun dengan ketiga agama besar ini (Yahudi, Kristen dan Islam). Ketiganya secara historis bersumber semit dari abramic relegion yang memiliki nilai kebenaran bersifat universal tanpa dibatasi sekat-sekat primordialisme.
Umat islam Papua populasinya kian hari kian bertambah besar seiring arus urbanisasi. Dan itu terjadi sesuai perkembangan waktu dan kebijakan politik pusat. Hal itu seringkali membawa implikasi lain dan baru bersifat positif negative sekaligus. Maka keislaman harus menjadi rahmatlil’alamin kehidupan bersama Papua kedepan. Ciri itu lebih khusus, minimal umat islam harus mampu merubah akhlaq. Perubahan dari dalam diri umat sendiri tatkala berjumpa dengan lain dalam alam Papua.
Barangkali jargon idealisme “Papua Zona Damai” yang dimaksudkan para tokoh Papua. (Menurut Sekjen MMP, Anum Siregar) gagasan ini bermula dimunculkan oleh Muhammad Thaha Al-Hamid, sesungguhnya sejalan dengan teologi semua agama samawi yang bersumber dari satu budaya semit Timur Tengah. (Bersambung).
***
Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.