Dear sdr. Ismael Asso,
Meski kami bukan ahli ilmu sosial dan berkuliah di bidang ini, tapi ijinkan kami untuk memberikan opini pribadi dalam persoalan ini. Dalam membaca opini ini, saya harap, sdr tidak jatuh ke dalam soal "salah dan benar". Ini hanya sekedar berbagi pendapat, yakni bertukar preferesi informasi yang kita miliki. Silakan memberikan pendapat dan sanggahan terhadap pendapat ini, dan bila perlu, diuraikan pula preferensi-nya.
1. Agama dan Pergerakan Sosial ( Kemerdekaan )
2. Agama Islam dan pergerekan Sosial ( Kemerdekaan )
3. Agama Kristen dan pergerakan Sosial ( Kemerdekaan )
Preferensi ( latar belakang )
Ketika bertukar pendapat tentang ketiga topik di atas, maka dalam pemikiran saya ada beberapa preferensi yang menjadi rujukan dasar. Rujukan ini, menjadi fondasi, yang diatasnya argumen - argumen tentang ketiga hal ini saya bangun. Preferensi terhadap pergerekan sosial adalah buku yang isinya dikutip sepintas lalu di beberapa buku, yang kesemuannya menyangkut 7 unsur universal budaya yang pertama kali dikemukakan oleh C. Kluckhohn (1953).
Unsur budaya universal manusia itu bersifat lingkaran, dengan inti lingkaran adalah sistem religi. Tujuh unsur itu, bila disusun urutannya, dari yang mendasar, hingga keluar, maka itu terdiri dari : sistem religi, sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian hidup, dan teknolog. Ibarat tubuh manusia, maka sistem religi adalah jantung yang menghidupkan struktur perilaku induvidu dan atau sekelompok masyarakat dan atau bangsa.
Ketika kita mau menggali lebih dalam lagi, kita akan sadar bahwa tinggi rendah-nya peradaban sebuah suatu bangsa, tergantung dari tinggi atau rendahnya pandangannya tentang TUHAN ( C.S. Lewis, 1967). Tinggi rendahnya dengan memberikan renk tertinggi adalah Monotheis yang dianut oleh Abraham ( Nabi Ibrahim A.s).
Kesimpulan sederhana, yang mau saya tarik adalah dalam bahasa kekristenan, nilai iman-lah yang menjadi motif dasar bagi seseorang untuk bertindakan.
Agama Kristen dan Islam memiliki perbedaan yang cukup mendasar, yang berangkat dari pandangan tentang TUHAN dan dosa ; kedua hal yang berujung pada 'mekanisme' penyelesaian dosa. Pandangan berbeda ini, menyebabkan keselamatan bagi Kristen bukan-lah soal tata aturan pada sebuah sistem, tetapi kepada beriman kepada Seorang Pribadi ( Jesus).
Karena Islam memandang, keselamatan terletak pada 'tata aturan' guna menjalankan tugasnya sebagai kalifah di bumi, maka agama ini memiliki aturan yang jelas dalam sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian hidup, dan teknologi - semisalnya tatacara makan dan berpakaian juga di atur. Islam secara naluriah sangat tertarik secara alamiah untuk mengatur seluruh tata perilaku kehidupan kemasyarakatan, yakni ke - 6 unsur budaya universal yang lainnya.
Karena itu, dalam agama Islam juga berisi jihad, yang dipakai oleh kaum ulama ketika mereka berperang melawan Belanda. yaitu aturan tentang halalnya darah musuh, dan mati shahid. Tradisi jihad ini mempengaruhi Atjeh dengan sangat kuat hingga saat ini. Hal ini dapat kita buktikan dengan tradisi perlawanan terhadap Belanda dicatat selama 350 tahun. Atjeh tetap berperang selama Belanda berada di sana, bahkan yang paling lemah sekali pun menjalankan 'amoek' - sebuah definisi bahasa Inggris dan Belanda yang merupakan serapan dari bahsa Melayu, yang menerangkan sebuah perilaku di mana subjek pergi mengamuk dan membunuh orang-orang sebanyak ia dapat sampai ia sendiri terbunuh atau melakukan bunuh diri.
Bagaimana dengan Kekristenan? Alkitab mengfokus kepada 'kebenaran' unsur religi ( baca : sistem nilai ). Itu-lah kebenaran yang ingin dikejar oleh agama Kristen. Semisalnya, hal ini dapat kita baca dalam kitab Samuel, yang bercerita tentang pelantikan Raja Daud.
Seolah Kekristenan ingin mengatakan, bahwa ketika urusan sistem religi beres, maka 6 unsur budaya lainnya akan beres dengan sendirinya. Alkitab hanya membahas tentang "motifasi" kerja, dan bukan kerja itu sendiri.
Meski Tuhan Yesus adalah tukang kayu, tetapi Alkitab tidak membahas bagaimana membuat kursi dan meja. Atau jika objek "kebenaran" itu masalah merawat udang darat - yang secara inheren habitanya di Indonesia, hanya ada di Papua - maka rujukannya adalah buku : Pembenihan Lobster Air Tawar Lokal Papua, yang menjelaskan ROI usaha ini adalah 1:3, yakni setiap pengeluaran uang Rp.1000 untuk belanja modal, maka akan ada pengembalian sebesar Rp. 4000 - keutungan bersih Rp. 3000, dengan harga pasaran Rp. 78rb per piring di Wamena.
Kata "benar" yang digunakan di atas ini, merujuk kepada kesepadanan antara manusia sebagaimana kodrat-nya ketika diciptakan. Berbicara kata "benar" ini, membuat saya teringat kepada sebuah kata lain, yang menjadi padanannya, yakni " hak memilih"
Ada sebuah hak paling mendasar, yang diberikan oleh TUHAN sebagai pencipta manusia, yang membedakannya dengan semua ciptaan Tuhan yang lainnya, yang diletakkannya di bumi. Hak yang tidak dimiliki oleh benda mati dan benda hidup lainnya ( hewan dan tumbuhan ). Hak itu adalah hak makhota, sebagai hasil wujud relasi antara tubuh, jiwa dan roh, yakni : "kesadaran diri".
Kesadaran diri ini, menghasilkan sebuah hak otomatis, yang bernama : " hak memilih ! ". Manusia menggunakan hak ini, untuk mau menjadi sama dengan TUHAN, dengan jalan, memakan buah yang dilarang itu. Semua ini tercatat dalam kisah yang tercatat pada halaman 2 terdepan pada kitab Alkitab. Beribu tahun kemudian, Allah mengirimkan Putra-Nya untuk kemudian mati di kayu Salib, karena seluruh manusia telah melakukan dosa dan kehilangan kehormatan Allah. Hak memilih itu kembali ditawarkan Allah, yakni beriman kepada Pribadi yang Di salib itu. Hak memilih itu telah dilakukan oleh kedua terhukum di samping kiri dan kanan. Anda pun di minta menggunakan hak memilih itu ketika berhadapan dengan salib.
Yah, anda harus menggunakannya, karena "memilih" adalah inti kemanusiaan-mu. Ketika sebuah sistem tidak memberikan kepadamu hak memilih, maka engkau tidak diperlakukan sebagai manusia, dalam sistem itu.
Baiklah kita kembali kepada pertanyaan semula.
1. Agama dan pergerakan sosial, tidak memiliki kaitan secara langsung. Persoalan yang mau dibicarakan dari sebuah agama adalah TUHAN. Inti dari pergerekan sosial adalah penghormatan terhadap kehidupan dan manusia. Fokus perhatiannya telah berbeda. Namun salah satu unsur budaya universal adalah sistem religi, yang justru adalah jantung dari ke-7 unsur budaya itu. Ketika seorang pribadi atau sebuah bangsa, tidak bergerak untuk membela "kaum terpinggir"; maka ada yang salah dengan sistem religi mereka. Karena itu praktek keberagamaan-nya harus dipertanyakan.
2. Agama Islam dan Pergerakan Sosial memiliki kaitan yang sangat erat. Karena itu, saya justru tidak merasa heran ketika membaca tulisan - tulisan bung Ismael Asso dan kawan - kawan yang beragama Islam.
3. Agama Kristen dan Pergerakan Sosial juga memiliki kaitan yang erat. Karena praktek keimanan adalah tindakan terhadap sesama manusia. Ketika kita duduk diam saja, mendengar ada pembunuhan terhadap sesama manusia dalam status orang sipil terjadi di Tanah Papua, maka nilai iman kita telah merosot. Ketika seorang induvidu manusia, dari ras dan budaya apapun dia berasal, tidak diberikan hak nya untuk memilih, maka pada saat itulah, haknya sebagai manusia telah ditiadakan.
Salam,
Abe
*** ***
Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.