Jumaat, 12 Jun 2009

DIBALIK DARI ADA

Agama

Didalam Al-Qur’an (kitab suci umat Islam) kita diperintahkan oleh Allah SWT, untuk senantiasa belajar dari sejarah umat manusia masa lalu, demikian pesan-pesan Cak-Nur (Nurcholish Majid, seorang cendikiawan muslim terkemuka Indonesia) dalam buku kumpulan artikel yang dihimpun oleh penerbit paramadina. Oleh sebab itu contoh baik dan gampang bagi kita di Papua adalah penjajahan portugis kemudian Belanda di Indonesia selama 300 tahun mau diangkat disini dengan tujuan kita mengambil hikmahnya.

Pada mulanya kaum pribumi Indonesia menganut agama animisme, lalu masuk agama Hindu dan Budha yang dating dari India, belakangan islam muncul dan menjadi jaya di pantai utara Jawa dengan kerajaan Demaknya, Samudera Pasai di Aceh dan Malaka di Malaysia. Namun proses islamisasi hanya dikalangan kerajaan dan para pedagang di pisisr pantai, tapi rakyat kebanyakan di pedalaman dan dipegunungan belum tersentuh nilai-nilai islam malah dalam perkembangannya sinkretisme.

Lalu pertanyaannya sekarang mengapa dapat dan bisa akhirnya sanggup pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Pesisir Kalimantan, Maluku Utara hampir seluruhnya beragama islam? Karena pada saat penjajah Barat (Belanda-Portugis) datang cari buah Pala (Maluku) di kawasan ini, agama Islam di jadikan oleh rakyat setempat sebagai alat pertahanan dan perlawanan dari penjajah rakus Eropa yang beragama Kristen. Kaum pribumi Indonesia sebagai rakyat jelata dipimpin oleh para ulama melakukan perlawanan terhadap penjajah dan islam dijadikan sebagai alat pemersatu dan perjuangan pertahanan dalam perlawanannya dengan penjajah yang datang menguasai negeri mereka oleh orang Eropa Kristen.

Hal demikian ini bisa saja terjadi dimana-mana, dan persis seperti itu juga terjadi di Tomor Leste kemarin lalu. Tokoh utama negara baru itu ideologinya berorientasi ke paham marxisme yang atheistis, Mari’ Al-Katairi lain lagi, dia seorang muslim keturunan Arab, tapi kita tahu bahwa mayoritas rakyat Timor Leste sangat menghormati Uskup Bello. Artinya Indonesia dianggap penjajah muslim yang merampas kemerdekaan hak menentukan nasib sendiri rakyat Timor Leste yang Katolik. Padahal mayoritas suku dipedalaman Timor Leste sesungguhnya dominant kepercayaan tradisi lama. Mereka masih menganut dan menghayati nilai-nilai lama mereka (animisme). Dengan masuknya invasi pasukan TNI/POLRI dikawasan itu maka dengan sendirinya mempercepat proses katolikisasi, persisi sama hal terjadi juga demikian di Hindia Belanda (Indonesia) dulu, bahwa adengan datangnya penjajah Portugis yang beragama Kristen dan belakangan Belanda membantu proses islamisasi dikalangan penduduk asli pribumi Indonesia menjadi secara cepat dan bertahap.

Bagaimana dengan Papua?

Sejak penyerahan kekuasaan dan kontrol atas bangsa Papua dari tangan Belanda ke pada Soekarno oleh PBB tahun 1962 melalui PEPERA, maka secara berangsur tapi pasti para missionaris Barat berkebangsaan Belanda ikut angkat kaki dari bumi tercintanya Papua Barat. Selain sedikit di daerah pesisir Utara Papua (Manukwari, Biak, Serui dan Jayapura) menerima pengaruh agama Kristen Protestan dan Selatan (Merauke) dikatolikkan penduduknya. Penduduk mayoritas Papua Barat terutama di Pegunungan Tengah Papua baik di pesisir, tengah, lereng, lembah dan pulau, belum diagamakan secara sempurna.

Jika demikian faktanya sejak kapan orang Papua mayoritas penganut agama besar dunia diluar agama umum kaum yang dianggap penindas (penjajah)? Sejak integrasi dengan Indonesia. Proses agamaisasi Papua bukan agama mayoritas penduduk penguasa terus berlangsung saat ini dan akan berlangsung pada tahun-tahun yang akan datang. Intinya agama dimana saja dapat dijadikan alat distingsi, differensiasi pertahanan eksistence diri dari penindasan kaum penjajah beragama lain. Agama sudah terbukti dimana-mana dijadikan alat pertahanan, pembeda, perlawanan, perlindungan bagi kaum pribumi yang tertindas berhadapan dengan penjajah beragama lain dan itu terjadi saat ini dimana-mana. Demikian harusnya terjadi atau jangan terjadi disini.

Ekonomi

Pengangkutan kekayaan alam secara tidak waras alias gila oleh penjajah Inggris di India yang menyengsarakan pribumi dinegeri itu. Rakyat India dibuat tak berdaya, mereka menjadi miskin papa, mereka hanya tenaga kasar, buruh pabrik dan tenaga kuli lainnya di perusahaan tambang yang di kuasai penjajah dari kekayaan alam milik pribumi. Demikian di Indonesia pada masa lalu, rakyat pribumi dibuat miskin oleh Belanda dari tanah mereka yang sesungguhnya sangat subur di Jawa. Semua sektor pertanian dan perkebunan di kuasai sepenuhnya oleh Belanda. Rakyat Indonesia dijadikan hanya tenaga buruh kasar. Hasil kekayaan alam Indonesia yang kaya raya di bawa pergi oleh Belanda ke negerinya dan Eropa akhirnya kita ketahui sekarang ini menjadi kaya raya dengan kemakmuran super luar biasa makmur saat ini.

Dari dua kasus pola-pola penjajahan bangsa Eropa di bidang pertanian, pertambangan, dan pengangkutan sumber daya alam pribumi ke negeri mereka ini maka di Indonesia muncullah SDI (Serikat Dagang Islam) kemudian SI (Serikat Islam) sebagai cikal bakal organisasi perjuangan perlawanan kemerdekaan rakyat pribumi Indonesia embrionya dari organisasi ini. Kesadaran pribumi akan perjuangan perlawanan di semangati oleh agama Islam terjadi di seluruh Hindia Belanda mulai dari Jawa, pesisir Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Sumatera. SDI sendiri tujuan awalnya adalah mengimbangi dan menampung para pedagang muslim yang umumnya pribumi terhadap pasar perdagangan yang dikuasai oleh VOC dari Eropa Kristen.

Tujuan SDI mau menampung dan mengimbangi perekonomian yang dikuasai penjajah asing Eropa. Untuk itu mereka harus kuasai asset ekonomi dari sumber daya alam mereka sendiri. Pada akhirnya mereka mampu melahirkan pengusaha pribumi dibidang perdagangan, Sejumlah usha kain dan tenun batik sebagai basis ekonomi rakyat dan perputaran uang dari, untuk, oleh, dari sesama pribumi dan muslim sanggup dihidupkan mereka. Dalam perputaran roda ekonomi pribumi ini sanggup menampung, membeli, menjual dan menyediakan bahan dasar perdagangan didalam kalangan pribumi muslim sendiri. Demikian hal sama terjadi juga di India dengan penguasaan rakyat terhadap asset garam di negeri itu pada awal-awal perjuangan kemerdekaan mereka.

Bagaimana dengan Papua?

Karakter dan mentalitas (berarti soal budaya) rakyat Papua dibentuk oleh alam yang sangat kaya raya. Dan itu akan membuat dan orang Papuanya menjadi bermentalitas konsumeristik. Alam menyediakan segalanya untuk kebutuhan dasar, kebutuhan primer, dan orang Papua hanya tinggal memungutnya tanpa harus bekerja keras. Rakyat Papua dimanjakan oleh alam yang begitu melimpah ruah hasilnya. Karena itu akibatnya apa yang didapat hari ini dihabiskan untuk konsumsi hari ini juga, besok tinggal memungut lagi.

Mentalitas ini terbawa sampai zaman berubah ditambah hidup dalam dunia yang semakin kompetitif seperti sekarang ini oleh akibat globalisasi. Jika ini dibiarkan terus-menerus tanpa diarahkan oleh pemerintah misalnya pelatihan enterprenshif (latihan kewirausahaan). Maka akibatnya orang pribuminya prustasi dan akibat jeleknya adalah merusak, Biasanya pelampiasannya merusak barang-barang orang, misalnya barang gadangan milik pendatang, mengambil barang orang secara paksa, meminta secara paksa, membakar pasar, tokoh, kios milik orang pendatang. Ini semua terjadi akibat tiadanya keberpihakan penguasaan asset ekonomi dan sumber daya alam pada mereka. Sementara oleh alam mereka terbentuk mentalitas: apa yang didapat hari ini di habiskan hari ini juga.
Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.