Sabtu, 1 Disember 2007

DAP DAN DEMOKRASI

DAP : "Babak Baru Demokrasi Di Tanah Papua"

Adalah Dewan Adat Papua, disingkat DAP. Mengundang Gus Abdurrahman Wahid atau Gus Wahid ke Papua untuk memberikan pengghargaan kepada Sang Kiayi Haji yang telah buta saat menduduki Peresiden RI ke tiga.

Dalam laporan situs kesayangan Orang Papua, (komunitas-Papua) melaporkan beberapa alasan yang membuat DAP, bahwa mengapa harus memberikan pengghargaan (apresiasi) kepada Sang demokrat Ulama yang "Nyeleneh", atau "nyentrik", karena memang Gus-Dur suka membuat yang aneh-aneh bagi kalangan yang mengaguminya. Diantaranya alasan pengganugerahan dan undanagn Gus-Dur didatangkan ke Papua itu adalah sebagaimana kutipan berikut ini.

"Sebagai apresiasi dan wajud rasa terima kasih masyarakat Adat Papua atas berbagai kebijakan yang dirasa telah memberikan sumbangsih bagi kehidupan demokrasi dan penegakan HAM di Tanah Papua,..." (www.komunitas- papua.com, 13 Nov 2006 - 05:54 AM.)

Maka sanagat wajar bahwa DAP kembali mengundang Sang Pepimpin Islam Tradisional Jawa ini, datang ke Papua, guna mendorong proses demokratisasi di Tanah Papua, yang dirasakan kini kembali tercerabut dari fondasi akar-akar demokrasi yang diletakkan (ditanamkan) Gus-Dur selama menjadi Presiden bersama Theys Hiyo Eluy serta sejumlah tokoh PDP.

Maka dalam rangka memperingati hari wafatnya, "pahlawan Nasional papua", Mantan ketua umum PDP, Almarhum Bapak Theys Hiyo Eluay, sebagai martir dan tumbal ditangan Militer Indonesia (lima tahun silam), dalam penegakan demokrasi di Indonesia dan di Tanah Papua.

Kini di Papua akar-akar demokrasi yang telah ditanamkan lima tahun silam itu, kembali digerogoti oleh dominasi kekuasaan Militer Indonesia, dan pengotrolan secara ketat dalam pemerintahan Otonomi Khusus di Papua, menjadi alasan lain yang dikemukakan.

Kiay Haji, Abrurrahman Wahid (Gus Dur), dianggap oleh DAP, sebagai sosok seorang demokrat tulen yang pernah berhasil menjadi Presiden RI. Dan yang sangat memperhatikan Papua dan selalu berpihak atas kepentingan minoritas Indonesia yang tertindas.

Bahkan keberpihakannya akan penegakan demokrasi di Indonesia, perhatiannya cukup besar pada Papua. Selama menjabat Presiden RI, Gus Dur memberikan bantuan dana untuk penyelenggaraan Kongres ke II di GOR Port Numbay, dan mengganggap Bintang Kejora, Hai Tanahku Papua, adalah lambang kultural yang diizinkan untuk orang Papua menggunakannya.

Demikian besar jasa-jasa Gus-Dur atas Papua, maka ini menjadi masuk akal bagi kita bahwa DAP menganggap perlu untuk membuka kembali kran demokrasi yang kini telah tertutup kembali oleh akibat hegemoni atau dominasi militer pasca kepresidenan Gus-Dur.

Maka secara trategis DAP, berhasil dan mampu membaca dengan mengundang Gus-Dur datang ke Papua untuk melakukan reposisi guna melakukan perbaikan-perbaikan atas kekeliruan pemerintahan despotis pada masa silam yang kembali terlihat di Papua dan gejala-gejalanya telah muncul kembali yakni dengan adanya super ketat pengamanan militer Indonesia pada obyek-obyek vital birokrasi Papua semisal RRI, TVRI, TELKOM, DOLOG, DEPKEU, dan beberapa perusahaan asing seperti Freeport, Britis Petrolium.

masa lalu dan mengantisipasi gejala munculnya kembali, maka kehadiran Gus-Dur ke Papua dengan sendirinya dapat membawa angin segar kembali bagi penegakan demokrasi di Tanah Papua termasuk Indonesia dan membuka mata kembali akan demokrasi Indonesia dan masa depan Papua sekaligus. Kita mengapresitif betul akan niat dan itikad DAP cukup menjajikan dalam "Babak Baru Demokrasi Ditanah Papua" ini.

Karena itu DAP mengundang KH. Abdurrahman Wahid dengan mengangap bahwa Gus-Dur adalah hanya satu-satunya hati nurani masyarakat Adat Papua. Bahkan lebih lanjut dia dianggap tokoh Politik Indonesia yang mampu mendengar, jeritan suara hati rakyat Papua yang paling dalam. Demikian sejumlah laporan terutama situs komunitas Papua melaporkan sebagaimana dikutip terbaca berikut ini.

"Selain memberikan angin segar bagi penegakan HAM di Tanah Papua, Gus Dur juga dinilai membangun kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam menegakan kehidupan demokrasi di Tanah Papua, serta membangun persepsi tentang pembangunan yang dimulai dari kampung. Hal yang lain DAP juga menilai Gus Dur menghormati hak-hak asasi manusia setiap orang, secara khusus orang Papua." (Ibid)

Oleh sebab itu para petinggi Papua yang kini menggunakan "payung" DAP, yang umumnya para petinggi PDP, kita kenal. Walaupun tidak lagi seaktif dan seprogresif dulu. Namun dalam memperingati hari kematian tokoh Nasional Papua, yang oleh Gus Dur, disebutnya sebagai tokoh demokrat dan sahabat sejatinya dalam memperjuangkan demokrasi Indonesia itu.

Maka tidak kurang dari tokoh-tokoh seperti Thom Beanal, Thoha Al-Hamid yang keduanya sebagai ketua dan sekjen PDP, mulai turun gunung untuk menyambut kedatangan sekaligus memberikan penghargaan kepada KH. Abdurrahman Wahid yang dianggap berjasa mendorong demokratisasi di Tanah Papua.

Memang demikian agaknya, bahwa acara senggaja dirangcang panitia, yakni Fadal Al-Hamid, selaku ketua DAP, guna menghadirkan dan mengundang Gus Dur, datang ke Sentani Jayapura Papua, untuk melakukan peletakan batu pertama di kuburan Almarhum Teys Hiyo Eluay, sekaligus pengganugerahan awards yang direncanakan panitia sebelumnya, sebagaimana berita kutipan berikut ini.

"Beliau peduli pada masyarakat Papua dan menghargai demokrasi," kata Fadal dalam keterangan persnya di Kantor DAP yang berkududukan di Waena, Jumat (10/11) kemarin."
Karena itu lanjutnya;"...Maka DAP akan mengganugerahi awards kepada Gus Dur." (Ibid)

Demikian situs kesayangan (baca, kebanggaan) kita, Komunitas papua dan dan media sejenis melaporkan. Dalam sambutannya yang sangat "dibatasi", kecuali hanya dua kalimat. Selengkapnya laporan itu demikian.

"Setelah sampai di pemakaman Alm. Eluay, Gus Dur hanya diberi waktu mengucapkan dua kalimat, Pertama, bahwa "Theys Eluay adalah teman seperjuangan dalam penegakkan HAM..." dan kedua, "perjuangannya itu bukan hanya untuk orang Papua, tetapi untuk semua teman-teman ..." begitu sedang berbicara, tiba-tiba langsung dihentikan. SPMNews sendiri berdiri dalam jarak 3 meter dari beliau tetapi tidak dapat melihat siapa tangan jahil yang sedang menghentikannya. " (Lihat : WPNews HQ pada 13 Nov 2006, 10:27).

Padahal Gus Dur ingin banyak bicara. Namun karena beliau dilarang bicara ditempat itu. Maka banyak hal yang diurungkan, terutama gagasan-gagasan khas seorang intelektual dan aktifis demokrat nomor satu Indonesia yang berlatarbelakang islam tradisional yang sangat dikenal itu. Bahkan pemikiran dan akitivitas politiknya mampu melampaui kebanyakan sarjana didikan barat dan kebanyakan intelektual muslim Indonesia pada umumnya.

Maka wajar Gus Dur dikatakan sosok yang senang berbicara. Sebab sarana ekspresi pemikiran seseorang dapat diketahui kalau bukan lewat tulisan, pasti lewat lisan (oral). Sebagaimana terbaca dalam kutipan berita berikut ini; "Karena, Sosok Gus Dur yang senang berbicara itu hanya dibatasi dengan kalimat yang perlahan, tetapi tidak panjang pula".

Sehingga semua harapan dan impian banyak yang tidak terungkap. Jika saja dia memiliki kesempatan berbicara banyak, sebagaimana layaknya dalam sambutan beliau selama ini dilain tempat. Maka tidak banyak bahan renungan yang dikeluarkan di atas pusara sahabatnya, yang telah mendahuluinya untuk beristirahat panjang, sebagai sesama pelopor demokrat sejati Indonesia, sebagaimana diakuinya sendiri oleh Gus Dur.

Karena disini agaknya Gus Dur banyak mendapatkan hambatan untuk berbicara. Kecuali itu, selebihnya KH. Abdurrahaman Wahid seorang ulama yang demokrat atau Kiyai Haji yang berasal dari Jawa Timur ini diberi kesempatan untuk berbicara dengan thema yang "agaknya" disiapkan oleh Pemerintah Propinsi Papua, yaitu :'pembangunan demokratis yang dimulai dari kampung'.

Dalam pada itu secara serta merta sebagaimana ala Gus Dur. Hanya beberapa kata dari dua kalimat yang di lontarkan oleh Gus Wahid, dan sempat terucapkan, yakni; keinginan dan harapannya agar Theys di jadikan sebagai pahlawan Nasional, atas jasa-jasanya ikut serta memajukan demokrasi Indonesia. Sehingga Theys layak diangkat sebagai pahlawan Nasional sebagai seseorang yang bersamanya telah berjasa memperjuangkan demokrasi Indonesia, dan ia martir di tangan militer karenanya.