Bismillaahirrahmaanirrahiim
KETIKA NABI DITOLONG 5 ORANG NASRANI,
DIMANAKAH GERANGAN PARA SAHABAT NABI?
(Peristiwa di Syi’b Abu Thalib)
I
Orang-orang Arab Badwi itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman,tetapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. 49:14)
Lokasi kejadian: Syi’b Abu Thalib
Waktu kejadian: 15 Mei 616 M
Rasulullah bersama keluarganya dari suku Bani Hasyim (sukunya Rasulullah) dikurung di sebuah lembah bernama Syi’b Abu Thalib. Peristiwa itu terjadi pada awal bulan Muharram, tahun ketujuh kenabian.
Tidak lama sebelum kejadian, Rasulullah dan Bani Hasyim sudah dijadikan musuh bersama atau Public Enemy dengan selebaran yang ditulis dan diedarkan ke masyarakat. Selebaran itu berbunyi:
1. Tidak diperbolehkan menikah dengan anggota keluarga Bani Hasyim
2. Tidak diperbolehkan melakukan perniagaan atau jual beli dengan keluarga Bani Hasyim
3. Anggota keluarga Bani Hasyim tidak boleh keluar dari lembah Abu Thalib kecuali untuk umrah di bulan Syawwal atau berhaji di bulan haji.
Pengepungan itu berlangsung hingga 3 tahun lebih dimana selama kurun waktu itu Rasulullah mengalami berbagai tekanan dari kaum Jahiliyah Makkah berupa pelecehan, hinaan, penyiksaan, penganiayaan, pemenjaraan, pengucilan, pemboikotan dan berbagai macam bentuk tekanan dan ancaman lainnya.
Keluarga Bani Hasyim yang dikurung di lembah Abu Thalib itu tidak semuanya beragama Islam. Ada juga mereka yang masih menganut agama dan adat istiada yang berlaku dan menjadi trend pada masa itu. Keluarga Bani Hasyim yang dikurung di sana terdiri dari dua kelompok yaitu:
A. Pemeluk Agama Islam, seperti:
Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasul (meninggal dalam Perang Uhud)
Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasul
Ubaidah bin Harits bin Abdul Muthalib, paman Rasul, kemenakan dari Hamzah (meninggal dalam Perang Badar)
Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf, sepupu ayah Nabi Abdul Muthalib bin Hasyim. Ia kemudian dikirim oleh Rasulullah ke Madinah sebagai ‘ustadz’ yang kemudian terbunuh dalam Perang Uhud.
B. Non-Muslim, seperti:
Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasul (dalam Perang Badar—delapan tahun kemudian—ia berperang dengan kaum Muslimin dan tertawan pasukan Muslimin
Thalib bin Abu Thalib, putra Abu Thalib yang tertua, kakak dari Ali yang dibesarkan oleh Abbas (dalam Perang Badar, ia tidak terbunuh dan tidak juga tertawan. Ia hilang begitu saja)
Aqil bin Abu Thalib yang tuna netra, putera bungsu dari Abu Thalib
Naufal bin Harits bin Abdul Muthalib
Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthalib
Harits bin Naufal bin Harits bin Abdul Muthalib, yang sangat membenci Nabi dan sangat keras dalam melakukan penentangan terhadap Nabi. Tapi ia tidak menyetujui pembunuhan atas Nabi oleh karena itu ia turut dikurung di lembah Syi’b Abu Thalib ini.
Sementara itu saudara dari Ali bin Abi Thalib yaitu Ja’far bin Abi Thalib juga sudah menganut Islam akan tetapi ia sedang berhijrah ke negeri Habasyah.
Sampai saat itu ada beberapa tokoh ternama yang telah masuk Islam. Diantaranya ialah:
1. Utsman bin Affan
2. Zubayr bin Awwam
3. Abdurrahman bin Auf
4. Thalhah bin Ubaidillah
5. Sa’ad bin Abi Waqash
6. Arqam bin Abi Arqam
7. Sa’id bin Zaid
8. Amr bin Nufail
9. Fathimah (isteri Nufail)
10. Asma binti Abu Bakar
11. Abdullah bin Mas’ud
12. Ja’far bin Abi Thalib
13. dan masih banyak lagi yang lainnya
Setelah kurun waktu 3 tahun lebih berakhirlah pengepungan atau pemenjaraan Nabi dan keluarga Bani Hasyim itu. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa para pemimpin kaum Qurays berubah pikiran. Mereka memberhentikan pengepungan itu karena ada kekuatan lain yang digalang untuk menentang kekuasaan kaum Qurays.
Ada beberapa pertanyaan yang menggelitik dan perlu untuk dicarikan jawabannya:
Pertama: Apakah para sahabat Nabi membantu Nabi?
Tidak. Sejarah tidak pernah menuliskan bahwa ada bantuan dari para sahabat Nabi ketika Nabi sedang ditahan dan terancam pembunuhan setiap detiknya di lembah Abu Thalib itu sehingga Nabi harus tidur berpindah-pindah untuk menghindari upaya pembunuhan atasnya.
Kedua: Mengapa para sahabat tidak membantu Nabi?
Entahlah. Pertanyaan ini lebih pantas untuk dijawab oleh mereka kelak di yaumil akhir. Kita tidak tahu apakah mereka itu takut atau memang tidak mau membantu Nabi. Kita tidak tahu apakah mereka selama 3 tahun itu terus berdo’a untuk keselamatan Nabi (sambil tidak berupaya apapun untuk menyelamatkan nya) atau duduk dan menanti siapakah yang akan menang di akhir nanti. Mungkin saja kalau Nabi terbu nuh di sana, para sahabat itu akan kembali lagi ke agama mereka dahulu. Wallahu ‘alam.
Ketiga: Mengapa mereka duduk diam dan berpangku tangan, padahal nyawa Nabi terancam?
Keempat: Mengapa mereka tidak bersatu untuk membantu, padahal Nabi sedang dalam keadaan kelaparan dan tak berdaya dikurung selama itu?
Kelima: Mengapa mereka tidak berpikir untuk melakukan perlawan dan menang atau terbunuh syahid se bagai pahlawan Islam?…………….. Bukankah kalau mereka terbunuhpun balasannya jelas yaitu surga yang abadi?
Keenam: Lalu siapakah 5 orang yang memberikan bantuan kepada Nabi?
Ketujuh: Mengapa orang-orang Nasrani itu tidak meminta bantuan kepada para sahabat Nabi?
Kedelapan: Mengapa para sahabat Nabi tidak bergabung bersama orang-orang Nasrani itu untuk membantu Nabi?
Semua pertanyaan itu hendaknya bisa dijawab oleh para sahabat senior yang lebih suka duduk termanggu daripada membantu Nabi dalam penyebaran agama ini.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BERSAMBUNG KE BAGIAN 2 (TAMAT)
Siapakah yang membuang Abu Dzar Ghifari bersama Isteri dan putrinya hingga mati dalam kelaparan? Apabila seseorang tergerak hatinya untuk menganalisa, niscaya akan menemui jalan hidup yang benar di Dunia ini:
http://www.youtube.com/watch?v=CUxMvVDRyVk&feature=endscreen
http://www.youtube.com/watch?v=CUxMvVDRyVk&feature=endscreen
Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.