Ahad, 7 Februari 2010

MAMPUKAH KITA MEMAHAMI BAGAIMANA SYIAH DAN AHLUSSUNNAH?

Bismillaahirrahmaanirrahiim





SEMOGA CATATAN KECIL INI DAPAT MENJADI MODAL
UNTUK SALING MEMAHAMI
DAN TIDAK LAGI SALING MENCACI
Wan Hadi
MALAYSIA


Kenapa Ahl-Sunnah Al-Asy’ary (ini hanya guna memudahkan istilah karena terdapat beberapa golongan dalam Ahl-Sunnah dalam Akidah mereka hingga taraf saling mengkafirkan , sebagai contoh Imam Syafi’I mengkafirkan siapa saja yang berpaham Mujasimah , sementara Al-Asy’ari menyiratkan sebaliknya, demikian juga Al-Asy’ari mengkafirkan paham Muntzilah dan Murjiyah , sementara Imam Hanafi adalah berpaham Murjiyah.

Mengapa hanya Ahl-Sunnah Al-Asy’ari yang dibandingan? , karena selalu saja golongan ini yang menolak penyatuan Sunnah dan Syi’ah , ketika yang lain mendukung dengan mendahulukan ukhuwah Islamiyah dan Akhlak dibanding Madzhab maka kelompok ini (yang diwakili Wahabi) selalu menolak dengan cara mengkafirkan Madzhab Syi’ah, dan tidak mau kompromi untuk pendekatan antar Madzhab.

Inilah perbedaan pandangan dalam menilai sahabat antara SYi’ah dan Ahl-Sunnah al-Asy'ari.

SYI'AH : Sahabat ada yang baik, ada yang jahat dan ada yang munafiq (berdasarkan nas). Oleh karena itu para sahabat harus dinilai dengan al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw (yang tidak bertentangan dengan al-Qur'an secara keseluruhan).

Segala bentuk pujian atau celaan dari Allah swt kepada mereka adalah dari Sifat fi'l (sementara), bukan dari Sifat Zat (kekal). Karena disebabkan sifatnya sementara (saat itu) selanjutnya tergantung dari kelakuan/ perbuatan mereka kemudian apakah bertentangan dengan nas atau tidak.

AHL-SUNNAH : Kepatuhan kepada semua Sahabat (Sa'ira Ashab al-Nabi) (al-Ibanah, hlm. 12) kenyataan al-Asy'ari memberikan implikasi:
a) Sahabat semuanya menjadi ikutan. Tidak ada perbedaan di antara Sahabat yang mematuhi nas, dan Sahabat yang bertentangan nas.

b) Mentaqdiskan (mensucikan) Sahabat tanpa menggunakan penilaian al-Qur'an, sedangkan banyak terdapat ayat-ayat al-Qur'an yang mencela perbuatan mereka, karena mereka bertentangan dengan nas (lihat umpamanya dalam Surah al-Juma'at (62): 11).

c) Mengutamakan pendapat sahabat dari hukum Allah (swt) seperti hukum seseorang yang menceraikan isterinya tiga kali dengan satu lafaz, walau menurut al-Qur’an jatuh satu dalam satu lafaz dalam Surah al-Baqarah (2): 229, yang terjemahannya,"Talak (yang dapat dirujuk) dua kali." Tetapi ketika Khalifah Umar mengatakan jatuh tiga mereka mengikuti (al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa', hlm. 137), Ahl-Sunnah al-Asya'irah menerimanya dan dijadikannya "hukum" yang sah sekalipun bertentangan nas (al-Farq baina l-Firaq, hlm. 301).

d) Mengutamakan Sunnah Sahabat dari Sunnah Nabi Saw seperti membuang perkataan Haiyy 'Ala Khairil l-'Amal di dalam azan dan iqamah oleh khalifah Umar, sedangkan pada waktu Nabi hal itu merupakan sebagian dari azan dan iqamah. Begitu juga Khalifah Umar telah menambahkan perkataan al-Salah Kherun mina l-Naum (al-Halabi, al-Sirah, Cairo, 1960, II, hlm. 110).

e) Kehormatan Sahabat tidak boleh dinilai oleh al-Qur'an, karena mereka berkata: Semua sahabat adalah adil (walaupun bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw).

f) Menilai kebenaran Islam adalah menurut pendapat atau kelakuan Sahabat, dan bukan al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw. Mereka berkata kebenaran berada di lidah Umar. Karena itu mereka berpegang kepada pendapat Khalifah Umar yang mengatakan dua orang saksi lelaki di dalam talak tidak dijadikan syarat jatuhnya talak. Sedangkan Allah (swt) berfirman dalam Surah al-Talaq (65): 3, terjemahannya," dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil." Mereka juga berkata," Iman Abu Bakr jika ditimbang adalah lebih berat dari iman umat ini." Sekiranya iman khalifah Abu Bakr itu lebih berat dari iman keseluruhan umat ini termasuk iman Umar dan Uthman, kenapa tidak dijadikan kebenaran itu pada lidah Abu Bakr? Di tempat yang lain mereka berkata," Nabi Saw tidak segan kepada Abu Bakr dan Umar tetapi beliau malu kepada Uthman." Pertanyaannya, kenapa Nabi Saw tidak malu kepada orang yang paling berat imannya di dalam umat ini? Dan kenapa Nabi Saw tidak malu kepada orang yang mempunyai lidah kebenaran? Pendapat-pendapat tersebut telah disandarkan kepada Nabi Saw dan ianya bertentangan nas dan hakikat sebenar, karena kebenaran adalah berada di lidah Nabi Saw dan al-Qur'an.

g) Meletakkan Islam ke atas Sahabat bukan Rasulullah (Saw.), mereka berkata: Jika Sahabat itu runtuh, maka runtuhlah Islam keseluruhannya lalu mereka jadikan "aqidah" , padahal Sahabat sendiri berkelahi, caci-mencaci dan berperang sesama mereka.

h) Mengamalkan hukum-hukum Sahabat (Ahkamu-hum) dan Sirah-sirah mereka adalah menjadi Sunnah Ahli Sunnah (al-Baghdadi, al-Farq baina l-Firaq, hlm. 309), sekalipun bertentangan dengan nas, karena "bersepakat" dengan Sahabat adalah menjadi lambang kemegahan mereka. Mereka berkata lagi:"Kami tidak dapati hari ini golongan umat ini yang bersepakat atau mendukung semua Sahabat selain dari Ahlu s-Sunnah wa l-Jama'ah (Ibid, hlm.304). Karena itu Ahlu l-Sunnah adalah mazhab yang mementingkan "persetujuan/ kesepakatan" dari Sahabat sekalipun Sahabat kadang bertentangan dengan nas.

i) Mempertahankan Sahabat sekalipun Sahabat bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW dengan berbagai cara , Jika seorang pengkaji ingin mengetahui kedudukan sebenarnya tentang sahabat itu sebagaimana dicatat di dalam buku-buku muktabar, mereka berkata:" Ini adalah suatu cacian kepada Sahabat sekalipun hal itu telah ditulis oleh orang-orang yang terdahulu." Mereka berkata lagi:"Kajian tersebut adalah bahaya dan merupakan bara pada "aqidah" mereka, jangan dibiarkan hal itu menular di dalam masyarakat." Nampaknya mereka sendiri tidak dapat menilai bahan-bahan ilmiah sekalipun mereka berada di institusi-institusi pengajian tinggi. Sebaliknya apabila bahan-bahan ilmiah yang mencatatkan sahabat tertentu yang melakukan perkara-perkara yang bertentangan al-Qur'an, mereka menganggapnya pula sebagai cerita dongeng. Lihatlah bagaimana mereka menjadikan sahabat sebagai aqidah mereka walaupun hal itu bukanlah dari rukun Islam dan rukun Iman!

SYI'AH : Memihak kepada Sahabat yang benar di dalam semua urusan/ perkara.

AHL-SUNNAH : Tidak memihak kepada semua sahabat jika terjadi pertengkaran atau peperangan di kalangan mereka (al-Ibanah, hlm. 12; al-Maqalat, II, hlm. 324).

Karena itu pendapat Ahl-Sunnah al-Asy'ari adalah bertentangan dengan firman Allah (swt) dalam Surah al-Hujurat (49):9, yang terjemahannya, "Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah,"

Dan juga bertentangan dengan firmanNya dalam Surah Hud (11): 113, terjemahannya," Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, maka kamu akan disentuh api neraka." Karena itu pendapat al-Asy'ari adalah bertentangan dengan nas karena tidak ada pengecualian di dalam mendukung kebenaran.


WAN HADI, MALAYSIA


Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.