Bismillaahirrahmaanirrahiim
KATAKANLAH WAHAI MUHAMMAD AKU TIDAK MINTA BALASAN APAPUN
ATAS RISALAH YANG AKU SAMPAIKAN PADA KALIAN
KECUALI KECINTAAN KALIAN
TERHADAP KELUARGAKU
Ali al Asytar
Acheh - Sumatra
ATAS RISALAH YANG AKU SAMPAIKAN PADA KALIAN
KECUALI KECINTAAN KALIAN
TERHADAP KELUARGAKU
Ali al Asytar
Acheh - Sumatra
WAHAI RASULULLAH! SIAPAKAH KELUARGA ANDA YANG WAJIB KAMI CINTAI?
RASULULLAH MENJAWAB: MEREKA ITU ADALAH ALI, FATIMAH DAN KEDUA PUTRANYA
(DIULANG SAMPAI 3X)
RASULULLAH MENJAWAB: MEREKA ITU ADALAH ALI, FATIMAH DAN KEDUA PUTRANYA
(DIULANG SAMPAI 3X)
Titel Imam khusus dalam Islam lebih tinggi daripada titel Nabi umum. Harap digaris bawahi titel Nabi umum. bukan Nabi khusus. Nabi itu sama kemuliaannya dalam pandangan orang mukmin tapi berbeda dalam kapasitasnya. Nabi yang memandu ribuan ummah tentu berbeda dengan Nabi yang memandu ratusan jutaan ummah, apa lagi Nabi yang memandu ummah seluruh Dunia seperti Nabi Muhammad saww. Orang macam Razalipaya pastinya akan bertambah bengong atau confuse ketika membaca keterangan alasytar ini. Dari itu, pertama sekali tariklah kembali pernyataan anda bahwa Qur-an itu bukan pedoman Hidup tapi hukum-hakam. Apabila pernyataan anda itu tidak anda tarik, secara filosofis anda terkeluar dari agama Islam. Jadi buat apa anda macam bercanda dengan alasytar, sementara nasib anda kelak akan terkena timplakan Allah dengan ayat-ayat dalam surah Yasin sendiri, dimana anda dulu pernah mengkordinirnya sebagai alat bacaan hukum-hakam anda bukan sebagai Hudallinnas, petunjuk bagi manusia.
Anda sepertinya seorang pak camat yang mendapat kiriman surat dari atasannya, pak Gubernur. Saat pak Gubernur menanyakan anda (baca Razalipaya) apakah sudah menerima surat saya. Razalipaya menjawabnya: "Ya, Pak! Surat bapak saya baca tiap malam Jum'at kliwon, saya taruk wewangian, saya cium setiap membacanya". "Bagus sekali" kata sang Gubernur. "Tapi itu tanah yang saya suruh cari untuk membangun sebuah balai PKK, mana?", timpa sang Gubernur. Ooo, itu yang belum ada, pak", jawab Lipaya. Lalu gubernur itu memecat Lipaya disebabkan pesan yang ada di surat tersebut tidak dipahaminya, kecuali asik membaca-baca saja.
Nabi Ibrahim disamping mendapat titel Nabi dari Allah juga mendapat titel Imam, demikian juga nabi Muhammad. Hal ini tidak dapat dipahami oleh para ilmuwan yang ersatupadu dala system Taghut Dhalim, Hipokrit dan korrupt, kecuali para Ideolog. Kenabian Muhammad berakhir setelah meninggalnya beliau tapi keimamahannya belum berakhir tetapi diteruskan oleh 12 orang Imam, dimulai dengan Imam Ali bin Abi Thalib dan berakhir dengan Imam Mahdi. Para Imam ini diangkat Allah melalui pengumuman Rasulnya Muhammad saww di Ghadirkhum.
Mereka yang berjumlah 12 orang itu merupakan sebagai hujjah Allah di kolong langit. Andaikata Allah tidak mengutus mereka untuk melanjutkan keimamahan RasulNya, Muhammad Rasulullah, Islam murni itu tidak tersisa lagi, sebagaimana nasib ummah nabi Musa dan ummah nabi 'Isa bin Maryam. Realitanya ummah Nabi Musa dan Harun berpatah balik ketika Musa pergi kesuatu tempat atas perintah Allah. Sepertinya tidak mungkin, bagaimana ummah yang telah diselamatkan dari sepakterjang Fir'un, Karun, Hamman dan Bal'am itu dengan mudahnya terpengaruh kepada si Samiri, meninggalkan Nabi Harun, wakil Musa as. Kalau fenomena ini mampu kita analisa kita juga tidak sebengong Razalipaya ketika membaca tulisan alasytar tentang berpatah baliknya ummah Muhammad, tidak mengikuti Imam yang di tunjuk Allah dan Rasulnya (baca Imam Ali serta 11 Imam lanjutannya) setelah peresmiannya Imam Ali di Ghadirkhum.
Sehubungan dengan pengangkatan Imam Ali as di Ghadirkhum, semua para jamaah yang barusaja menyelesaikan Haji Wada', berbaiat kepada Imam 'Ali, kecuali Umar bin Kattab, dimana bukan hanya menjabat tangan Imam Ali tapi juga berkata: "Tahniah ya Abbal Hasan, anda sudah menjadi Imam kaum Muslimin dan Muslimah. Ironisnya setelah itu membuat rapat gelap dibelakang Ka'bah bersama Abubakar, Usman dan kawan setia lainnya. Perjanjian apa yang mereka buat dibelakang Ka'bah? Menjauhkan Imam Ali dari kedudukannya sebagai Khalifah yang sah. Inilah sebabnya mereka yang sering menentang Rasulullah itu berakibat sangat fatal ketika sakratul maut (baca kitab Sulaim bin Qais Al Hilaly atau kitab Akhirnya Kutemukan Kebenaran)
Orang macam Razalipaya itu sebaiknya hati-hati dalam menganggapi tulisan orang yang tidak dia ketahui kecuali fanatikbuta, mengikuti, endatunya yang sesat sebagaimana firman Allah berikut ini: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" (Q.S, al Baqarah. 2 : 170)
Allah juga berfirman: "Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (Q.S, al Maidah. 5 : 104)
Selanjutny baca juga firman Allah yang diulang sampai 3 kali: "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?"(QS, al Qatar (54) : 17, 22, 32, 40)
Yang dimaksudkan kedudukan Imam lebih tinggi daripada nabi yang diutus disini adalah nabi yang umum. Hal itu sesuai dengan Al Qur-an yang menyebutkan kisah hidup Nabi Ibrahim bahwa setelah diberikan percobaan dengan nyawa, harta dan anak, Allah bermaksud untuk meninggikan lagi kedudukannya. Disebabkan Nabi dan panggilan Khalil tidak menggambarkan kedudukan yang lebih tinggi, maka kedudukan Imam lah yang lebih tinggi dimana nabi juga boleh dianugerahkan dengannya.
Allah berfirman: „Dan apabila Tuhannya mencoba Ibrahim dengan perkataan tertentu, dia dapat melaksanakannya, Dia berfirman: `Sesungguhnya Aku akan menjadikan kamu Imam atas manusia`. Ibrahim berkata:`Dan keturunanku juga?. Janji Ku tidak termasuk mareka yang dhalim“ (Q.S 12: 124) Ayat ini menunjukkan kedudukan Imam, dan juga membuktikan bahwa derajat Imami lebih tinggi dari derajat Nabi, sebab kedudukan Nabi Ibrahim telah dinaikkan dari Nabi kepada Imam. Perlu diketahui bahwa nabi Khusus lebih tinggi derajatnya daripada nabi Umum. Nabi Muhammad adalah Nabi Khusus yang tertinggi diantara nabi-nabi Khusus lainnya.
Para Malaikat jangankan dibanding dengan para Imam, dengan nabi Umum saja lebih rendah kedudukannya. Kita yang masih lemah kemampuan berfikir memang agak tercengang ketika ada orang yang mengatakan bahwa para Malaikat lebih rendah dari Manusia Representant (baca Imam), sebagaimana pernah diungkapkan Imam Khomaini. Kemungkinan besar hal ini disebabkan mereka memfokuskan pada bahan baku yang digunakan untuk membuat para Malaikat dari Sinar sementara Manusia termasuk Nabi umum, Imam dan Nabi Khusus berasal dari tanah yang hina dipijak manusia setiap hari. Mereka lupa kalau Spirit Allah yang dikombinasikan dengan tanah tadi membuat setengah manusia (baca Nabi umum, Imam dan Nabi Khusus) lebih unggul daripada para Malaikat. Hal ini dapat kita lihat dalam Al Qur-an ketika Allah memberitahukan para Malaikat bahwa Dia hendak menjadikan seorang Khalifah (baca wakil Tuhan, nabi Umum), para Malaikat menanyakan kenapa Allah menjadikan manusia yang nantinya akan mengadakan kerusakan dan pertumbuhan darah. Sepertinya para Malaikat mengatakan kenapa tidak mereka, yang akan menjadi khalifah Nya yang senantiasa bertasbih dan memujinya. Ternyata Allah menjawab bahwa Dia mengetahui apa yang tidak diketahui para Malaikat. Lalu Allah membuktikan pernyataan Nya itu. Ketika para Malaikat bernegosiasi dengan Nabi Adam ternyata Adam lebih unggul daripada Para Malaikat.
Namun patut kita salut kepada para Malaikat bahwa ketika terbukti mereka kalah dalam negosiasinya, langsung mengakui nya dengan mengucapkan: „Maha suci Engkau ya Allah kami tidak mengetahui kecuali yang telah Engkau ajarkan“. Sementara manusia kebanyakan tetap membeladiri secara membabibuta. Setelah terbukti keunggulan nabi Adam dalam negosiasinya, Allah memerintahkan kepada seluruh Malaikat yang dibuat dari Sinar dan dari Api agar sujud kepada Adam. Ketika itu seluruh Malaikat yang dijadikan dari Sinar tundukpatuh kepada perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam kecuali „Malaikat“ yang dijadikan dari Api (Iblis). Mereka berdalih bahwa mereka lebih duluan lahir daripada Adam, mereka lebih mulia daripada Adam yang berasal dari tanah tembikar. Mereka sesungguhnya takabbur, angkuh dan sombong sebagaimana sifat-sifat tersebut dapat dilihat pada kebanyakan manusia yang menukik ketanah, tidak mampu menggapai Spirit Allah, Roh Suci (Q.S. 2 : 30 S/D 34)
Golongan Zaidiyyah, Kaisaniah, Qaddahiyyah, Ghulat dan masih banyak lagi, sesungguhnya bukan Syiah Alawi atau Islam mazhab Jakfari tapi disebut Syi’ah oleh orang-orang yang memusuhi Syi’ah. Hal ini memang seringkali fitnah itu dialamat kan kepada Syi’ah Imamiah 12 ( Mulai dari Imam Ali Bin Abu Thalib s/d Imam Mahdi)
Selanjutnya perhatikanlah apa yang ditulis Razalipaya berikut ini:
"Saidina Ali ra, mempunyai kekayaan satu baju dibadan dan satu baju dijemuran, yang masih kalah bersaingan dengan Abu Zar al Ghifari, yang kekayaannya: Satu baju dibadan sekaligus sebagai kafannya".(Razalipaya, Sun, October 11, 2009 10:07:34 PM)
Secara tidak sadar disini Razalipaya telah menganggap bahwa Imam Ali, penerus keimamahan Rasulullah agar manusia tidak sesat kecuali yang tidak mengikutinya, lebih rendah daripada Abu Dzar Ghifari, salah seorang pengikut setia Imam Ali sendiri bersama Salman al Faraisi dan al Miqdad. Dengan mengikuti Imam Ali as, mereka bertiga ini meraih keimanan tertinggi setelah para Ahlulbayt Rasulullah serta 11 Imam lanjutannya. Disini Razalipaya terdeteksi bahwa dia itu tidak memahami kalau Abu Dzar Ghifari itu sendiri adalah pengikut setia sang Imam.
Ketika Razalipaya sepertinya dengan bangga menyatakan Abu Dzar Ghifari hanya memiliki satu baju dibadan, dia tidak mengetahui sama-sekali ketika berhadapan dengan fenomena tersebut. Benar Abu Dzar Ghifari hanya memiliki satu baju dibadan tapi tahukah dia siapa yang membuat Abu Dzar Ghifari dalam kondisi yang demikian menderita serta mati kelaparan di Rawadhah? Jawabannya pasti tidak. Dia hanya sekedar ikut-ikutan saja mendengar kisah Abu Dzar memiliki hanya satu baju di badannya, sepertinya hendak mengelabui kita bahwa Abu Dzar lebih baik daripada Imam Ali as.
Fenomena ini mengundang seseorang untuk merenungkan tulisan-tulisan yang pernah alasytar tulis baik di milis-milis ini ataupun di: http://achehkarbala.blogspot.com/, http://suaramuslimpapua.blogspot.com/ dan http://ismail-asso.blogspot.com/, kenapa?
Pertama Razalipaya menganjurkan alasytar agar tidak menulis tentang Papua dengan alasan saya tidak tau apapun yang dibuat orang Papua. Dengan membuka blog saudara Ismail Asso dan Muslim Papua, baru Razalipaya sadar kalau alasytar punya hubungan yang baik dengan Papua. Kedua Razalipaya meminta saya juga agar tidak mencerca Saidina Abu Bakar, dengan dalih bapak mertua Nabi Muhammad saww, Saidina Umar bi Khatab dan Saidina Usman bin Affan, anak menantu Nabi. Dia tidak sadar kalau Abu Lahab secara darah juga pamannya, namun secara iman dan ideology adalah musuhnya.
Andaikata Razalipaya punya ilmu tentang sejarah Islam yang sesungguhnya, pasti dia tidak menganjurkan alasytar untuk tidak mencaci Usman bin Affan, kenapa? Justru Usman bin Affanlah yang mendhalimi Abu Dzar Ghifari. Makanya tidak wajarkah kita orang yang benar imannya mengutuk orang yang mendhalimi sahabat setia Rasulullah, Abu Dzar Ghifari? Secara filosofis, membela Usman sama dengan mehina Abu Dzar Ghifari. Mampukah anda menganalisa kalimat alasytar ini Razali? Bukankah sepakterjang sebagian orang Acheh - Sumatra, berpelukan dengan tentara dan polisi Hindunesia samadengan telah menghina para pejuang Acheh - Sumatra, West Papua dan Ambon yang telah syahid? Tidak jelaskah kalimat alasytar tersebut?
Lalu mengenai Abubakar dan Umar? Masih perlukah kita jeklaskan lagi sepakterjangnya? Andaikata mereka tidak menjauhkan Imam Ali untuk memimpin ummah sebagai penerus keimamahan Rasulullah sendiri, Muawiyah dan politikus jahatnya, Amru bin Ask tidak akan ada kesempatan untuk berkuasa atas ummah Muhammad saww. Apabila Muawiyah tidak punya kesempatan untuk berkuasa Hadist Nabi tidak akan kita saksikan pemalsuannya kecuali yang benar-benar berasal daripadanya. Apabila Muawiyah tidak punya kesempatan untuk menguasai Ummah Muhammad saww, Islam tak akan menerima pukulan telak di Karbala dan Imam Mahdipun tidak perlu mengalami ghaib syughra dan kubra.
Disini alasytar hendak menjelaskan bahwa itu semua terjadi akibat sepakterjang dari konspirasi jahat mereka, yang dimulainya dengan rapat gelap dibelakang Ka'bah setelah Rasulullah mengumumkan penerus keimamahannya di Ghadirkhum.
Kita tutup tulisan ini dengan ucapan Imam Ali as: "Bukankah Allah tidak pernah membiarkan hamba-hambanya terlepas dari hujjah-Nya? dan siapa lagi selain Ahlul Bayt yang berasal dari ranting-ranting pohon Rasulullah yang diberkati, kelanjutan kelompok pilihan Allah yang telah dijauhkan dari segala kotoran dan telah disucikan-Nya dengan sesuci-sucinya? (QS. 33 : 3), dijauhkannya mereka dari segala penyakit kekufuran, dan diwajibkannya atas setiap Muk'min agar mencintai mereka sebagaimana firmanNya dalam Qur-an: "Katakanlah Wahai Muhammad, aku tidak minta balasan apapun atas risalah yang aku sampaikan pada kalian kecuali kecintaan kalian terhadap keluargaku" (Q.S, as Syura : 23)
Ketika ayat tersebut diatas turun para sahabat bertanya pada Rasulullah saww : "Wahai Rasulullah, siapakah keluarga anda? Siapakah mereka yang wajib dicintai oleh kami?" Rasulullah menjawab: "Mereka adalah Ali, Fathimah dan kedua putranya". Nabi mengulangi jawaban beliau sampai tiga kali.
Billahi fi sabililhaq
Alasytar
di Ujung Dunia
Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.