Bismillaahirrahmaanirrahiim.
MEREKA TELAH LAMA BERENANG DALAM LUMPUR HITAM
DIATAS PENDERITAAN KAUM DHUAFA.
Ali al Asytar
Acheh - Sumatra
DIATAS PENDERITAAN KAUM DHUAFA.
Ali al Asytar
Acheh - Sumatra
SEKILAS MENYOROT KEADILAN PEMIMPIN YANG USWATUN HASANAH.
"Jangan ditunggu ! Isa bin Maryam tidak akan turun di akhir zaman ! oleh : Huttaqi" (Huttaqi, huttaqi@sby.dnet.net.id , www.huttaqi.com , 4 juli 2005 06:33:41)
Huttaqi
Tulisan dari cuplikan buku anda itu bagus sekali untuk didiskusikan dengan orang – orang Kristiani. Nanti akan terbukti mana yang "haq" dan yang "bathil". Andaikata orang –orang kristiani mempunyai kesempatan membaca buku anda itu, sungguh baik sekali saya kira.
Huttaqi.
Bagi orang Islam percaya tidaknya mengenai turunnya Nabi 'Isa 'alaihissalam bukanlah hal yang begitu prinsipil. Anda telah berargumentasi berdasarkan Al Qur-an. Katakanlah dulu anda benar, namun bagaimana komitmen kita sebagai muslim terhadap kaum dhu'afa yang merupakan "anak kunci" pintu Syurga. Kita asik memperdebatkan hal-hal yang tidak begitu prinsipil untuk mencari keuntungan duniawi sementara hal -hal yang prinsipil kita abaikan sama sekali.
Diantara yang prinsipil itu anda harus berdaya upaya untuk membebaskan kaum dhu'afa di negeri anda sendiri dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka (baca perilaku keji kaum dhalim yang bersatu padu dalam System Hindunesia - Jawa). Kalau anda berdiam diri , anda sama saja dengan orang - orang yang bersatu padu dalam kedhaliman mereka (baca Sukarno, Suharto, Gusdur, Megawati dan Yudhoyono sekarang ini).
Islam itu agama pasti Huttaqi. saya berbicara yang pasti, bukan menghakimi. Sebaliknya berbicara sebagaimana yang di firmankan Allah. Banyak orang yang berilmu tinggi, namun mereka tak mampu berfikir secara idiologis dan filosofis.
Secara syar'i Gusdur itu "ulama" namun secara filosofis dan idiologis dia itu "Bal'am alias ulama palsu. Ironisnya masih banyak orang yang berjingkrak - jingkrak untuk meminta belas kasihannya, walau orang Acheh sekalipun. Ini menunjukkan bahwa orang Acheh seperti itu termasuk dalam golongan Gusdur di dunia dan Akhirat. Disini menunjukkan benarnya apa yang diserukan saudara Puteh sarong di "Acehkita" (kiriman Syakban).
Yang sesat itu bukan saja Gusdur tapi juga Mahendra, Sofyan Jalil dan masih banyak lagi yang lainnya yang takperlu saya sebutkan satu persatu. Mereka sesungguhnya buta terhadap Idiologi Islam ('Aqidah Islam secara filosofis). Hal ini disebabkan mereka telah begitu lama berenang dalam "lumpur hitam", hidup senang diatas penderitaan kaum dhu'afa. Mungkin mereka Berkhusjuk sepi untuk beribadah kepada Allah siang dan malam namun kaum dhu'afa merintih digubuk-gubuk reot, di bawah jembatan dan di tempat-tempat kumuh, terlupakan sama sekali. Mereka mengambil Al Qura-an hanya bahagian ritual saja sementara bagian Sosial, dilupakannya. Orang-orang seperti itu dapat dipastikan memfungsikan Al Qur-an hanya sebagai kitap suci untuk dibaca-baca saja.
Secara syar'i nabi Ibrahim itu dimasukkan Namrud kedalam api namun secara filosofis Nabi Ibrahim sendiri yang memasuki api Namrud. Artinya Nabi Ibrahim sadar dan tau persis bahwa kalau dia berani melawan arus Namrud, dia pasti akan dimasukkan kedalam "api" . Kita harus mampu berfikir bahwa berevolusi itu sama dengan bermain "api". Justru itu orang - orang Acheh yang sadar tau persis bahwa resiko "main api" itu pasti ada namun mereka juga haqqul yakin bahwa dibalik derita itu pasti bahagia menanti (Al Qur-an: Inna ma'al 'usri yusra). Kalau tidak sejahtera duni dan Akhirat (baca Ibrahim, Musa, Muhammad dll), paling kurang berhasil di Akhirat saja (Habil, Hassan - Hussein, Abu Dzar Ghifari dll).
Lihatlah apa yang sedang berlangsung di Acheh sekarang ini. Orang -oarng Hindunesia Jawa menerapkan Syari'at Islam di daerah jajahannyaq. Kalau kita mampu berfikir secara filosofis, bagaimana mungkin orang-orang yang anti terhadap syari'at Islam menerapkan syari'at tersebut di tanah Rencong yang mayoritas rakyatnya sekarang sudah sadar dan memahami "definisi" daripada syariat itu sendiri.
Orang-orang Acheh yang sadar memahami persis bahwa yang diterapkan itu bukan syai'at Islam tapi "sandiwara". Orang-orang Hindunesia Jawa dan antek-anteknya (baca pelaksana syari'at palsu) di Acheh sedang menerapkan Hukum "labalaba". Hukum laba-laba itu hanya berlaku bagi nyamuk, belalang dan semacamnya (baca orang-orang "kecil". Hukum tersebut tidak berlaku untuk Kambing, lembu gajah dan sebagainya (baca orang-orang "besar"). Sungguh nampak sekali kebodohannya ketika mereka menangkap perempuan-perempuan yang tidak pakai "jilbab", begitu mereka menangkap isteri TNI terus dilepaskan, begitu takutnya mereka kepada militer, namun mereka tidak takut kepada Allah.
Betapa lugunya mereka itu. Mereka tidak mampu memahami bahwa Syari'at itu adalah "cabang" dimana harus bersandar pada "batang plus akar". Bagaimana mungkin tumbuhnya "cabang" tanpa "batang". Batang memang sudah ada yaitu NAD, tapi berpenyakit kancer (baca boneka Hindunesia).Kalau masih di harapakan tumbuhnya cabang pada "pohon" yang sakit pasti akan menghasilkan "buah" yang busuk pula. Lihatlah betapa busuknya hasil dari syari'at yang mereka terapakan itu. Kebusukan itu bagaikan kancer yang dapat merambas kemana-mana.
"Sandiwara" yang mereka buat itu dapat membuat SLM luar negeri salah paham terhadap Islam. Mereka mengira Islam itu serba main paksa. Padahal Islam itu memprioritaskan finansialnya terlebih dahulu. Kalau finansial sudah tercapai, rakyat akan tunduk patuh kepada hukum dan aturan yang berlaku. Untuk dapat tercapainya finansial ada beberapa hal yang mendasarinya. Diantaranya atasan harus adil, mengutamakan kesejahteraan rakyat jelata duluan baru kemudian kesejahteraan atasan, (lihat Ahmadinejad, presiden RII) Atasan harus memahami kepemimpinan Rasulullah yang tidak mau bermewah-mewah selagi rakyat jelata masih menderita. Isteri dari Umar bin Abdul 'Azid tidak dibenarkan memakai walau sebentuk cincin emas disebabkan akan membuat contoh yang buruk kepada rakyat jelata kecuali mereka semua sudah tercapai finansial sebagaimana rakyat jelata yang saya saksikan di Norwegia ini.
Diatas semua itu mutlak dibutuhkan system yang "haq" yaitu system yang mendapat redha Allah. Didalam system seperti itulah Syari'at Islam mendapat tempat yang Mulia, bukan sebaliknya di tempatkan pada kawasan kumuh, dimana "laba-laba" dapat berkembang biak ( baca NAD made in Hindunesia - Jawa). Akibatnya syari'at itu menjadi bumerang bagi orang-orang diluar Islam. Sebagaimana yang kita saksikan hari ini di Acheh.
Sesungguhnya rakyat jelata itu banyak yang pintar. Mereka sangat kritis terhadap orang-orang atasan mengenai keadilannya. Kalau atasan dilihat tidak adil, mereka tak akan menjadi orang-orang yang patuh kepada aturan, bahkan kerap kali menjadi perusak, misalnya: Pemerintah membuat sarana telepon umum. Lalu di waktu malamnya rakyat jelata memasukkan batu ketempat koin itu sehingga rusak. Hal ini mereka lakukan disebabkan mereka tau persis bahwa sarana itu hanya dapat dimanfa'atkan oleh anak-anak orang kaya saja, dimana mereka punya telepon dirumahnya masing-masing, sebaliknya tidak bermanfa'at bagi rakyat jelata sementara mereka mengetahui bahwa negara itu milik rakyat. Kenapa hanya tiori saja ?
Lihatlah sejarah, berapa orang yang sempat kena hukum dalam negara Islam di Madinah. Mengapa relatif tak ada yang melanggar hukum. Jawabannya adalah hal itu disebabkan keadilan pemimpin yang benar-benar uswatun hasanah, bukan sekedar tiori. Saya melihat di Norwegia juga relatif tak ada orang yang melanggar hukum. Hal ini disebabkan finansial rakyat jelata tercapai. Mengapa hal ini bisa tercapai ? Hal ini disebabkan moral dari atasan mereka "pantang korupsi". Lalu apa hubungannya dengan korupsi ? Kalau korupsi berlangsung dalam suatu pemerintahan , mustahil finansial rakyat jelata dapat tercapai betapapun kayanya sumber ekonomi di negara tersebut. Sesungguhnya koruptor itu memiliki nafsu yang tidak pernah merasa cukup (manusia tikus). Kalau manusia tikus itu banyak dalam suatau negara, mustahil rakyat hidup sejahtera sebaliknya selalu dalam keadaan menderita (miskin harta) yang akan menular kepada miskin segala-galanya kecuali sedikit orang yang tahan uji.
"Sesungguhnya kemiskinan itu dapat membuat orang menjadi kafir" (Hadist Rasulullah)
"Seandainya kemiskinan itu berbentuk makhluk akan kubunuh dia" (Imam 'Ali)
"Disa'at kemiskinan itu masuk kerumah seseorang melalui pintu, iman itu keluar melalui jendela" (Abu Dzar Ghifari)
Itulah sebabnya saya serukaqn Huttaqi dan orang-orang yang fungsinya sama agar berdaya upaya untuk membebaskan kaum dhu'afa dari belenggu yang menimpa kuduk-kuduk mereka, kendatipun resikonya menderita didunia namun pasti berbahagia di Akhirat kelak
"Kehidupan di dunia menghadapkan manusia pada dua jalan. Jalan yang mendaki lagi sukar dan jalan yang mulus lagi menyenangkan(QS,90:10). Jalan yang mendaki lagi sukar adalah jalan yang membebaskan kaum dhuafa dari belenggu penindasan dan penjajahan, yang menimpa kuduk-kuduk mereka, membebaskan manusia dari sistem perbudakan baik perbudakan ortodok mahupun perbudakan modern (QS,7:157&QS,90:12-18)
Untuk menempuh jalan ini tidak boleh tidak dituntut untuk memperjuangkan system Allah. Untuk mendirikan system Allah membutuhkan kemantapan power dan Ideology sebab pasti akan berhadapan dengan kekuatan system Thaghut, jelasnya pasti akan berhadapan dengan medan tempur. Justru itulah para Rasul dilengkapi dengan Ideologi, Mizan dan Power (QS Al-Hadid :25)".
"Setelah periode para Rasul berakhir, tugas mendirikan sistem Allah dilanjutkan para Imam (Warasatul ambiaya). Andaikata di suatu negeri tidak ada Imam, tugas tersebut akan diambil alih oleh penyeru-penyeru kebenaran secara kolektif sebab tugas mendirikan system Allah adalah "Haq" lawan kata daripada "Bathil". Hal ini perlu digarisbawahi sebab banyak orang yang terkecoh dengan pendapat klasik yang mengatakan hukumnya wajib. Haq dalam konteks ini kedudukannya di atas wajib. Bila hukumnya wajib, andaikata tidak didirikan paling-paling berdosa. Sedangkan perkara dosa masih ada jalan untuk meminta ampun. Sedangkan perkara Haq, bila tidak dilaksanakan hukumnya bathil. Resiko berada dalam system yang batil adalah neraka. Andaikata kita tidak berada dalam system Allah (Haq), otomatis kita berada dalam sistem Thaghut (bathil) kecuali taqiyyah.
Untuk kasus ini Allah berfirman; ”Qul Ja al haqqu wazahaqal Baathil, innal bathila kana zahuuqa”. Kalau yang bathil tidak dihancurkan, yang bathil itu akan memproklamirkan diri kepada dunia bahwa merekalah yang ”haq”. Yang haq itu dikatakan bathil, yang bathil itu dikatakan haq. Dalam kondisi seperti ini kita dituntut untuk menyelamatkan kaum dhuafa.
Billahi fi sabililhaq
Ali al Asytar
ACHEH - SUMATRA
Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.