A. Sejarah Islam Suku Dani Palim Selatan
1. Muslim Palim Wamena
Dalam berbagai laporan para ahli dan seminar-seminar menunjukkan bahwa sebelum agama-agama besar lainnya datang ke Papua Islam sudah lebih awal masuk ke Papua. Sebagaimana hal ini di laporkan seorang antropolog Papua Dr. J. R. Mansoben (1997) : ‘Agama besar pertama yang masuk ke Irian Jaya (Papua) adalah Islam. Agama Islam masuk di Irian Jaya yaitu didaerah Kepulauan Raja Ampat dan daerah Fak-Fak berasal dari Kepulauan Maluku dan disebarkan melalui hubungan perdagangan yang terjadi diantara kedua daerah tersebut’. Menurut Van der Leeder (1980, 22), agama Islam masuk di kepulauan Raja Ampat pengaruh dari kesultanan Tidore tidak lama sesudah agama tersebut masuk di Maluku pada abad ke 13.[1]
Maka tidaklah mengherankan bila, ‘kedatangan Missionaris Kristen pertama justeru diantar oleh Muballiqh Islam dari Kerajaan Tidore pada tanggal 5 Pebruari 1855 disebuah Pulau Kecil Mansinam diperaiaran Manokwari. Dua Missionaris dari Jerman itu adalah C. W. Ottow dan G. J. Geissler’.[2]
Pengaruh Islam secara luas diseluruh pelosok daerah Propinsi Irian Jaya dan dengan semua kelompok suku di daerah ini dalam hidup sehari-hari dalam semua bidang kehidupan, baru mulai dirasakan setelah Irian Jaya berintegrasi menjadi bagian dari Republik Indonesia awal tahun 1060-an.[3]
Dalam akhir tahun 1960-an akhir di kota Wamena datang penduduk transmigrasi dari Jawa dan para perantau (urban asal Indonesia Timur, terutama orang Bugis, Buton, Makasar dan Madura atau Jawa Timur. Perkenalan agama Islam Suku Dani di Wamena dalam masa ini melalui interaksi sosial dan perdagangan antara para pendatang dan penduduk asli. Dengan demikian, maka interaksi Agama Islam dikalangan Suku Dani Jayawi Jaya, terjadi pasca integrasi dengan Indonesia pada dekade 1960-an, melalui guru-guru dan transmigran dari Pulau Jawa di daerah Megapura (Sinata).
Kemudian secara lebih intensif melalui para urban dari Indonesia Timur, Suku Dani Palim Tengah dan Palim Selatan dari Moiety : Asso-Lokowal Asso-Wetipo, Lani-Wetapo, Wuka-wetapo, Wuka-Hubi, Lagowan-Matuan dan Walesi, memeluk agama Islam. Dari sejumlah saksi mengatakan bahwa Esogalib Lokowal adalah orang paling pertama dari Palim Selatan yang masuk agama Islam. Kemudian Harun Asso (dari Hitigima/Wesapot), Yasa Asso (dari Hepuba/Wiaima), Horopalek Lokowal, Musa Asso (dari Megapura/Sinata), Donatus Lani (dari Lanitapo).[4]
Dalam tahun 1960-an akhir didaerah Megapura, Hitigima/Wesapot, Hepuba, Woma, Pugima dan Walesi (kini di Walesi clan Asso-Yelipele seluruh warganya 100% beragama Islam) adalah daerah pertama yang berinteraksi dengan Orang Muslim dari berbagai daerah Nusantara. Muhammad Ali Wetipo, misalnya; dari konfederasi Asso-Lokowal dari daerah Hepuba masuk Agama Islam melalui orang Pendatang di Kota Wamena dalam tahun 1967 dan datang sekolah di Panti Asuhan Muhammadiyyah AB-Pura Jayapura.[5]
Demikian sama halnya dengan Ilham Walelo dan Abdul Mu’in Itlay dari Pugima, dalam tahun 1969 mereka sekolah di Panti Asuhan Muhammadiyah, AB-pura Jayapura sampai tamat dari sekolah ini dalam tahun 1979, kemudian melanjutkan studynya di IAIN Jakarta (kini UIN).[6]
2. Muslim Walesi
Berbeda dengan daerah lain di Lembah Balim, di Walesi Pada tahun 1975 Merasugun Asso, Firdaus Asso dan Muhammad Ali Asso, adalah generasi pertama yang paling awal masuk islam dan mengembangkannya menjadi besar sampai dewasa ini. Karena diikuti oleh semua kalangan pemuda dari Konfederasi Asso-Yelipele Walesi misalnya; Nyasuok Asso, Walekmeke Asso, Nyapalogo Kuan, Wurusugi Lani, Heletok Yelipele, Aropeimake Yaleget, dan Udin Asso, sehingga memiliki pengaruh sangat besar eksistensi Islam dan Muslim Jayawi Jaya hingga kini.
Namun ada juga yang masuk Islam melalui perkenalan dengan kalangan militer Indonesia yang datang bertugas di Kodim Jayawi Jaya, Misalnya Aipon Asso, (Kepala Suku Besar). Keislaman Aipon Asso dalam tahun 1976 dan mendapat dukungan dari seorang militer berpangkat Kolonel bernama Muhammad Thohir.[7]
Kegiatan organisasi khusus yang melakukan da’wah islamiyyah kala itu belum ada di Lembah Balim Jayawi Jaya. Setelah orang-orang dari Walesi masuk Islam tahun 1975 secara serentak dalam jumlah besar mulai diorganisir oleh Islamic Centre.[8]
3. Kisah Islam Merasugun dari Walesi
Yang paling awal memeluk agama Islam dan memperjuangkankannya menjadi besar adalah Merasun Asso (berikutnya hanya ditulis Merasugun). Konon kisahnya; melalui hubungan perdagangan. Merasugun yang kala itu ingin mencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan nasi. Merasugun kemudian mengajak dua anak muda yaitu Firdaus Asso dan Ali Asso dari kampung Walesi, 6 km arah selatan dari Kota Wamena dalam tahun 1975.[9]
Merasugun kira-kira berusia 45 tahun dan dua anak muda yakni Firdaus Asso,dan Muhammad Ali Asso, keduanya kira-kira berusia 15 tahun kala itu, adalah generasi pertama yang mula-mula masuk Islam serta mengembangkan Islam di Walesi.
Selanjutnya Merasugun, Firdaus Asso dan Ali Asso, membawa kayu bakar untuk barter dengan nasi kepada seorang pendatang asal Madura (konon saat itu anggota Dewan Tk. II Jayawijaya), yang sebelumnya sudah berkenalan dengan Merasugun.. Dari pertama pertemuan hingga pertemuan ketiga mereka sudah saling akrab. Kedatangan Merasugun dan dua anak muda kali ketiga, persis waktu shalat dhuhur tiba. Maka mereka disuruh tunggu sebentar karena pembeli kayu yang beragama Islam itu ingin shalat dahulu.
Merasugun memperhatikan apa yang dilakukan kenalannya. Pembeli kayu itu melakukan gerakan yang sebelumnya asing bagi Merasugun yaitu sholat dan berdo’a dengan gerakan khusyu’. Merasugun bergumam dengan perasaan agak keheranan, kepada dua anak muda yang mendapinginya dalam bahasa Balim berkomentar demikian : “O..oh.yire esilam meke”!, artinya “Oh, ini orang Islam"!
Dikampungnya Merasugun sebelumnya pernah mendengar kabar bahwa Agama Islam adalah agama yang tidak boleh makan daging babi, (satu-satunya hewan ternak paling utama di Lembah Balim). Bahkan Merasugun sering mendengar issu bahwa kehadiran orang-orang pendatang Muslim yang tidak makan daging babi, akan memusnahkan semua babi di Lembah Balim, (dalam agama Islam, memakan gading Babi hukumnya diharamkan /tidak boleh).[10]
Walaupun sebelumnnya isu bahaya agama Islam sering didengar, Merasugun menyuruh Firdaus Asso dan Ali Asso masuk agama islam, dan belajar melakukan "misa Islam”[11], (maksudnya sholat). Karena menurutnya orang Muslim Madura itu baik, tidak seperti diisukan orang-orang dikampungnya .
Karena itu Merasugun menyuruh, dua anak muda itu masuk Islam dan belajar “misa Islam". Lalu katanya; “Kalian boleh masuk Agama Islam karena orang ini baik”! Keinginan dan usulan Merasugun disetujui dua anak yang masih keponakannya itu.[12]
Keinginan dan usul Merasugun diterjemahkan dan disampaikan oleh Firdaus Asso dan mereka bertiga bertekad mau masuk Agama Islam, tapi orang Madura itu keberatan karena alasannya takut ada tuduhan islamisasi. Tapi kekhawatiran itu disanggah oleh Merasugun dengan mengatakan bahwa sebelumnya dirinya tidak menganut agama apapun dan itu adalah keinginan hatinya dan dua anak keponakannya. Dialog tersebut diterjemahkan oleh Firdaus Asso, yang sudah lancar berbahasa Indonesia .
Sejenak Orang Madura yang belum dikenal namanya hingga kini itu berfikir, lalu menatap wajah ketiga orang yang masih lugu dan masih mengenakan koteka itu. Dan katanya; “Boleh, tapi kamu harus menutup Aurat!”, Segera ia kekamar dan memberikan serta memakaikan Merasugun celana tanpa menanggalkan koteka yang sedang dikenakan. Selanjutnya Muslim Madura itu sampaikan niat tiga orang Suku Dani dari Walesi ini kepada tokoh muslim lain yang ada di sekitar kota Wamena.
Pada Minggu berikutnya Merasugun, Ali Asso, dan Firdaus Asso disuruh datang pada hari Jum'at. Dan secara resmi disyahadatkan ba'dah jum'at di masjid Baiturrahman Wamena yang disaksikan oleh jama'ah sholat jum’at. Minggu-minggu selanjutnya Merasugun, Firdaus Asso dan Ali Asso (dua pemuda ini kelak pejuang Islam setelah sepeninggal Merasugun tahun yang wafat tahun 1978), selalu datang ikut sholat Jum’at, dengan tiap pagi jalan kaki turun-naik gunung sekitar 6 km dari Walesi ke Wamena Kota.
a). Perjuangan Merasugun Asso
Merasugun tidak lama sesudah masuk Agama Islam meminta agar dibangunkan "Gereja Islam", (maksudnya, Masjid), di kampungnya di Walesi sekaligus Sekolah Islam agar anak-anaknya dari clan Assolipele Walesi bisa sekolah. Untuk maksud ini Merasugun menyediakan tanah wakaf serta menyiapkan batu, kayu, pasir di kampungnya.
Usulan ini segera disetujui oleh beberapa orang muslim yang datang di Wamena sebagai Petugas pemerintah sipil maupun militer seperti Pak Paijen dari Dinas Agama, Pak Thohir dari Kodim, dan Abu Yamin dari Polres Jayawijaya. Karena itu, sebelum kalau ingin dibangunkan Masjid dan Madrasah di Walesi, Merasugun harus datang membantu bekerja mengangkat batu dan mengumpulkan pasir dari Kali Uwe karena Masjid Raya Baiturahman Kota Wamena saat itu sedang dibangun.
Syarat ini disetujui oleh Merasugun, berikutnya Merasugun, Ali dan Firdaus Asso pulang ke Walesi dan mengundang segera tenaga kerja kepada Nyasuok Asso, Nyapalogo Kuan, Aropemake Yaleget, Wurusugi Lani, Udin Asso dan Walekmeke Asso, untuk mengeruk galian batu dan pasir di sekitar Kota Wamena, dari Kali Uwe. Keenam orang nama tersebut kelak menjadi pemeluk Agama Islam dari Walesi gelombang kedua.[13]
b). Dokter Mulya Tarmidzi Mengkhitan
Suatu ketika dalam tahun 1978 seorang dokter Kolonel Angkatan Laut 10 dari Hamadi, Jayapura Propinsi Papua, diundang ceramah datang ke Kabupaten Jayawijaya, untuk memberikan ceramah, yang tempatnya di gedung bioskop kota Wamena. Oleh sebab itu Merasugun dan warga lainnya dari Walesi yang muallaf diundang datang mendengarkan ceramah.
Penceramah yang tidak lain adalah Dokter Kolonel H. Muhammad Mulya Tarmidzi itu selesai ceramah sampai sekitar jam sebelas malam. Selanjutnya ia menginap di Hotel Balim. Kira-kira pada jam 12 tengah malam Merasugun, Firdaus Asso, Nyapalogo Kuan, Nyasuok Asso dan Ali Asso, Aropemake Yaleget, Udin Asso dan Wurusugi Lani datang mengetuk pintu kamar Dokter Mulya menginap dengan mengucap salam khas muslim yakni; : “Assaiamu'ataikum”! Walaupun sudah tengah malam karena mendengar ucapan salam khas Muslim, Dokter Mulya Tarmidzi, berani membukakan pintu.
Dan ternyata salam itu berasal dari orang-orang yang masih mengenakan koteka ini adalah orang yang tadi dilihatnya di gedung Bioskop. Dia sebelumnya menduga mereka bukan muslim, karena Merasugun dan rombangan lainnya masih mengenakan Holim/Koteka, (kecuali Firdaus Asso sudah mengenakan celana pendek). Dan dia menganggap bahwa mereka mungkin pas lagi lewat atau memang sekedar mencari makanan dalam acara ceramah itu.
Tatkala dipersilahkan duduk diruang tamu di hotel oleh Dokter Mulya Tarmidzi, Merasugun menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya dengan beberapa pemuda dari Walesi. Setelah minta maaf karena datang ditengah malam. Lalu Merasugun menyampaikan beberapa usulan yaitu :
1). Permohonan dukungan agar di kampungnya segera dibangunkan "Gereja Islam”.
2). Anak-anak dari Walesi kelak menjadi pintar seperti dokter Mulya untuk itu perlu disekolahkan di Jayapura
3). Agar di Walesi di bangunkan Madrasah
Semua usulan diterima dan disetujui secara baik dan kepada Merasugun dijanjikan oleh dokter Mulia Tarmidzi, bahwa nanti akan diusahakan secara bertahap dengan mengkoordinasikan usulan Merasugun, kepada orang-orang Muslim lain terlebih dahulu.
Dalam kesempatan itu sejumlah usul dan keinginan Merasugun semua disampaikan dalam bahasa Wamena kepada Dokter Muhammad Mulya Tarmidzi, yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Firdaus Asso yang sudah sekolah di SD Inpres, Megapura sehingga sudah lancar berbahasa Indonesia.
Selanjuntnya semua usul secara baik disetujui oleh Dokter Kolonel Haji Muhammad Mulya Tarmidzi dan untuk mendukung keinginan Merasugun ini segera dibentuk Islamic Centre yang pengurusnya dari pejabat pemda. Esok harinya dibantu oleh tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Kota Wamena; Letnan Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, segera menyunat (khitan) 8 orang pertama yang masuk Agama Islam itu untuk menyempurakan syahdatnya; kira-kira demikian hemat Kolonel yang juga Dokter dan Ahli Agama Islam itu.
Pada bulan berikutanya dalam tahun 1978, anak-anak dari Walesi sebanyak 5 orang (termasuk Firdaus Asso dan Muhammad Ali Asso) di kirim ke Jayapura dan dititipkan kepada beberapa orang pejabat muslim sebagai orang tua asuhnya.
Demikian sudah harapan dan cita-cita Merasugun terkabul agar anak-anak dari Walesi untuk disekolahkan diluar Wamena. “Agar kelak ada yang menjadi seperti Dokter Mulya Tarmidzi,” demikian usul Merasugun yang diterjemahkan oleh Firdaus Asso.
Usulan paling penting diantaranya yang diusulkan oleh Merasugun adalah kontruksi bangunan model Pondok Pesantren Model di Jawa yang membuat decak kagum. Dokter Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, mengingat Merasugun belum penah tahu kalau yang diusulkannya itu adalah persis sama model kontruksi dan sistem bangunan lingkungan Pondok Pesantren yang biasa ada di Pulau Jawa. [14]
Kemudian 20 orang dalam bulan berikutnya dikirim dan diasuh oleh beberapa Orang Tua Asuh di kota Jayapura. Ongkos pengiriman semua ditanggung oleh Haji Saddiq Ismail, (kala itu Sadiq Ismail menjabat Kabulog Propinsi Irian Jaya) yang selanjutnya membentuk Kasub Dolog Jayawijaya guna mempermudah menyampaikan bantauan logistik dan bantuan material lainnya karena di Walesi segera akan dibangun Masjid dan Madrasah sesuai keinginan dan usulan Merasugun dulu.
Guna memperlancar transportasi dan memudahkan pengangkutan material bangunan Masjid dan Madrasah Walesi, Ir. Haji Azhari Romuson, Kepala PU Propinsi Papua segera membangun jalan Walesi-Wamena sekitar 6 Km. Bisa dibayangkan semua usulan Merasugun dulu sejak Dokter Kolonel Angkatan Laut Muhammad Mulya Tarmidzi, Haji Saddiq Ismail SH Kadolog Propinsi, dan Ir. Haji Azhari Romusan dari PU Propinsi adalah cukup besar perannya perkembangan Islam lebih lanjut di Walesi.
Bertepatan dengan 20 anak Walesi yang dipimpin Firdaus Asso datang sekolah di Jayapura untuk melanjutkan pendidikannya disekolah Muhammadiyah dan Madrasah Ibtidaiyyah di Ibukota Propinsi Papua. Dua Kepala Suku Perang yang Berani dari Clan Assolipele secara resmi disyahatkan oleh Kolonel Thahir, di Wamena. Kolonel Thahir adalah Pendatang dari Bugis dan Tentara yang saat itu bertugas di Kodim Jayawijaya.[15]
“Sesungguhnya kita adalah milik Alloh SWT, dan akan dikembalikan kehadirat-Nya kapan saja dikehendaki-Nya”, “sebagaimana juga Dia memberikan hidayah kepada siapa yang di kehendaki-Nya”, dan akhimya pada tahun 1980 Merasugun telah dipanggil kehadirat Alloh SWT, dengan meninggalkan semua usulan da'wahnya yang belum tuntas, yakni obsesinya mewujudkan kompleks Islamic Centre terutama Masjid dan Madrasah.
Dua tahun sepeninggal Merasugun pada tahun 1982 bangunan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah) dan masjid selesai. Untuk menghormati atas jasa-jasa semangat perjuangan Merasugun, maka nama Madrasahnya diabadikan menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi.
Demikian juga dengan Pemuda Firdaus Asso menyusul dipanggil Alloh SWT untuk selamanya pada tahun 1984 di Jayapura. Firdaus Asso yang sangat berjasa dan berperan besar mengembangkan Islam dikalangan suku pribumi di Walesi, sesudah Merasugun. Dia menyusul kepergian Merasugun setelah dua tahun dalam usia yang sangat muda dan produktif yakni 25 tahun.[16]
4. Perkembangan Islam Masa Kini
a). Muslim Wamena
Dari sejak tahun 1960-an akhir sampai tahun 1970-an awal, di kota Wamena Kabupaten Jayawijaya banyak datang penduduk pindahan dari Jawa (Transmigrasi), dan para perantau asal Indonesia Timur, terutama orang Madura, Bugis, Buton dan Makasar. Pengenalan Agama Islam lebih intensif dengan Suku Dani di Wamena Kabupaten Jayawijaya melalui interaksi dalam masa ini, terutama perdagangan system barter antara para muhajirin pendatang dan penduduk lokal yang berbusana koteka.
Proses percepatan da'wah di Jayawijaya juga sangat di dukung oleh kehadiran militer yang beragama Islam yang bertugas dalam tahun 1960-an akhir di Kota Wamena. Penduduk yang lebih awal masuk Islam menuturkan bahwa Islamisasi sepenuhnya didukung secara individu dari Muslim yang kebetulan anggota Militert yang bertugas di Sinata (kini Megapura, 4 km selatan dari Kota Wamena).
Organisasi da'wah baru didirikan guna lebih menunjang psoses da'wah, seperti Islamic center, YAPIS, Panti Asuhan Muhammadiyah dan akhir-akhir ini juga Hidayatullah dan NU di Wamena giat melakukan da'wah dikalangan pribumi Muslim Suku Dani di Wamena.
b). Muallaf di Walesi
Di kota Wamena arah selatan 6 km kini terdapat penduduk pribumi yang penduduknya beragama Islam sejak lama. Walesi adalah pusat Islam (Islamic Centre), bagi pengembangan Islam dari kalangan penduduk asli. Guru-guru (ustadz), sejak awal didatangkan dari Fak-Fak yang sejak lebih dulu muslim dari abad ke 16 di selatan kepala Burung Papua. Kini di walesi terdapat sebuah Pondok-Pesantren Al-Istiqomah Merasugun Asso, Madrasah Ibtidaiyah, rumah guru 4 buah, masjid 12x12 dan sebuah puskesmas. Walesi sebagai Islamic Centre telah menampung anak-anak Suku Dani dari 12 kampung yang masyarakatnya baragama Islam.
Masyarakat Muslim Jayawijaya terdiri dari 12 kampung yang penduduknya telah lama menganut Agama Islam pada tahun 1960-an akhir pasca integrasi. Kampung-kampung itu adalah Htigima, Air garam, Okilik, Apenas, Ibele, Araboda, Jagara, Megapura, Pasema, Mapenduma, Kurulu dan Pugima. Jumlah penganut Islam di Wamena kabupaten Jayawijaya kira-kira 12 ribu jiwa, dari 400 ribu jiwa seluruh penduduk Jayawijaya, namun angka yang lebih tepatjumlah pemeluk Islam belum diperoleh secara pasti.
c). Anak-Anak Muallaf
Anak-anak Muallaf adalah kelompak potensial proses Islamisasi di Kabupaten Jayawijaya, mengingat semua agama besar yang kini hadir di Papua khususnya di Pegunungan Tengah, umumnya tidak mampu merubah pola kehidupan lama masyarakat tradisional Papua yang memiliki religi lama yang berorientasi masa lampau.
Kalangan Birokrat Muslim yang menjabat sebagai Ketua Islamic Centre menyadari ini, maka secara periode mengirim anak-anak muallaf dari Suku Dani, dikirim belajar pertama di Panti Asuhan Muhammadiyah AB Jayapura dan Madarasah Ibtidaiyyah YAPIS di Ibu kota Jayapura dalam tahun 1972 sebanyak 20 orang anak.
Dalam tahun 1980 ada 2 orang anak Suku Dani datang belajar di Universitas Muhammadiyah Jogjakarta . Sedang lulusan Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi sebanyak 4 orang pertama didatangkan ke pondok pesantren Al-Mukhlisin, dan Darul Falah, Bogor . Kini dari anak-anak ini ada yang menempuh pendidikan di berbagai universitas Islam Bogor (Ibnu Kholdun), UMJ dan UIN Ciputat
Saat ini tiga orang dari Walesi menempuh S2 konsentrasi di study Islam dan Otonomi Khusus UMJ Ciputat Jakarta. Dua orang lain lagi di UM Jogjakarta dan UIN di kota yang sama.
Jumlah seluruhnya anak-anak Muallaf asal Suku Dani dari Papua kini tersebar di berbagai kota study di Pulau Jawa dan mayoritas di Ciputat berjumlah 21 orang. Sedang anak-anak Muallaf yang belajar di pondok pesantren sebanyak 45 orang yang sudah terdata. Jumlah ini tidak termasuk anak-anak yang dibawa koordinasi Ustadz Aliyuddin sejak tahun 1990-an awal berkisar 700 orang dari seluruh Papua.
d). Pengiriman anak-anak Suku Dani Pondok Pesantren
Sejak tahun 1980 anak-anak muslimah dari kalangan Muallaf Dari Kabupaten Jayawijaya, sudah mengirim sebagai peserta MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur'an dan tomba Qosidah tingkat Nasional mewakili Propinsi Irianjaya (kini Papua). Mereka mempunyai bakat dan potensi yang sama dengan anak-anak prianya. Namun yang menjadi masalah adalah tradisi yang bahwa: Orang Tua Suku Dani tidak dapat membiarkan anak- anak perempuan mereka pergi jauh. Dampak dari kurangnya kesadaran Orang Tua Suku Dani di Wamena saat ini adalah denagn mengawinkan anak-anak usia sekolah yang masih belasan tahun.
Sampai dewasa ini dari 20 anak perempuan muslimah Suku Dani belajar di SMU Yapis Wamena. Dari Wamena Muslim, kaum perempuannya belum ada yang belajar keluar sebagaimana umumnya anak laki-laki. Mereka kini banyak belajar agama di Pesantren Al-Istiqomah Walesi dan beberapa orang melanjutkan tingakat lanjutan (SMP/SMU) di YAPIS Wamena.
-----------------------------------
REFRENSI DAN CATATAN KAKI :
[1]. J.R. Mansoben, Dr, “Membangun Manusia Irian Jaya yang Majemuk” : Suatu Tinjauan Antropologi Budaya, (Jayapura, Universitas Cenderawasih, September 1997), h. 8, (td).
[2] . Suara Hidayatullah, Ihwal, (Irian Tapi Islam), ( Jakarta ), 09/X/Pebruari 1998, h. 8
[3] . Benny Giay, Gembalakanlah Umatku, (Jayapura, Deiyai : 1998), Cet-1, h. 78
[4] . Muslimin Yelipele, Tokoh Agama Islam Wamena (Pegawai Depag RI Kabupaten Jayawi Jaya), Wawancara Pribadi, Wamena Mei 2007
[5]. Muhammad Ali Wetipo, (Tokoh Muslim Balim), (Muhammad Ali Wetipo agaknya generasi Suku Balim yang paling awal masuk Islam). Wawancara Pribadi, Jakarta , 15 Juni 2007.
[6] . Muhammad Ilham Walelo, (Tokoh Muslim Balim), Wawancara Pribadi, Jakarta , 11 Juni 2007
[7] . Muhammad Aipon Asso, (Kepala Suku Besar), Wawancara Pribadi, Walesi 20 Agustus 2004
[8] . Organisasi ini para pengurusnya dari kalangan Pejabat yang beragama Islam, dan yang pertama mensponsori pendirian organisasi adalah dr. Letkol ( Purnawirawan , AL ). H. M. Mulya Tarmidzi
[9] . Muhammad Ali Asso, (Tokoh Pemuda Islam dan Pemeluk Islam Generasi pertama dari Walesi), Wawancara Pribadi, Walesi, 7 Mei 2007
[10]. Lihat Al-Qur’an Surat Al-Maidah Ayat
2. “Missa Islam”, yang dimaksudkan oleh Merasugu Asso adalah sholat. Tapi istilah “Missa Islam”, adalah istilah dalam ibadah agama Kristen Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa di kampungnya (Walesi), dia sering dengar dengan istilah ini dari kebiasaan orang Katolik, sehingga gerakan beribadah orang islam dia mempersamakannya dengan istilah Missa.
3. Dalam kebiasaan Adat kekerarabatan Balim bahwa pemakaian nama clan dari sebenarnya disebabkan oleh dua sebab; Pertama, jika dalam perang suku antar Konfederasi satu clan sudah mulai punah karena itu digabungkan dalam clan lain;Kedua, karena diterima dengan proses inisiasi kedalam clan lain misalnya Merasugun yang clan sebenarnya Yelipele tetapi diterima dan diinisiasi dalam clan ibunya menjadi Asso.
[13] Muhammad Ali Asso; (Generasi Pemeluk Islam Pertama), Wawancara Pribadi, 9 Mei 2007
[14]. Agaknya, usulan dan model kontruksi bangunan pendidikan yang di inginkan Merasugun, yang membuat kekaguman Dokter Mulya Tarmidzi, adalah pola pendidikan asrama yang dikembangkan oleh oleh Belanda. Tapi yang diusulkan oleh Merasugun adalah model kontruksi bangunan Missi Katolik yang sebelunmya sudah ada dan telah dibangun oleh Missionaris Belanda disekitar kota Wamena.
[15] . Aipon Asso, (Kepala Suku Besar Muslim), Wawancara Pribadi, 20 Agustus 2004
[16] Dr. H. M. Mulya Tarmidzi, (Tokoh Ulama), wawancara pribadi, Jakarta , dalam tahun ൨൦൦൪
1. Muslim Palim Wamena
Dalam berbagai laporan para ahli dan seminar-seminar menunjukkan bahwa sebelum agama-agama besar lainnya datang ke Papua Islam sudah lebih awal masuk ke Papua. Sebagaimana hal ini di laporkan seorang antropolog Papua Dr. J. R. Mansoben (1997) : ‘Agama besar pertama yang masuk ke Irian Jaya (Papua) adalah Islam. Agama Islam masuk di Irian Jaya yaitu didaerah Kepulauan Raja Ampat dan daerah Fak-Fak berasal dari Kepulauan Maluku dan disebarkan melalui hubungan perdagangan yang terjadi diantara kedua daerah tersebut’. Menurut Van der Leeder (1980, 22), agama Islam masuk di kepulauan Raja Ampat pengaruh dari kesultanan Tidore tidak lama sesudah agama tersebut masuk di Maluku pada abad ke 13.[1]
Maka tidaklah mengherankan bila, ‘kedatangan Missionaris Kristen pertama justeru diantar oleh Muballiqh Islam dari Kerajaan Tidore pada tanggal 5 Pebruari 1855 disebuah Pulau Kecil Mansinam diperaiaran Manokwari. Dua Missionaris dari Jerman itu adalah C. W. Ottow dan G. J. Geissler’.[2]
Pengaruh Islam secara luas diseluruh pelosok daerah Propinsi Irian Jaya dan dengan semua kelompok suku di daerah ini dalam hidup sehari-hari dalam semua bidang kehidupan, baru mulai dirasakan setelah Irian Jaya berintegrasi menjadi bagian dari Republik Indonesia awal tahun 1060-an.[3]
Dalam akhir tahun 1960-an akhir di kota Wamena datang penduduk transmigrasi dari Jawa dan para perantau (urban asal Indonesia Timur, terutama orang Bugis, Buton, Makasar dan Madura atau Jawa Timur. Perkenalan agama Islam Suku Dani di Wamena dalam masa ini melalui interaksi sosial dan perdagangan antara para pendatang dan penduduk asli. Dengan demikian, maka interaksi Agama Islam dikalangan Suku Dani Jayawi Jaya, terjadi pasca integrasi dengan Indonesia pada dekade 1960-an, melalui guru-guru dan transmigran dari Pulau Jawa di daerah Megapura (Sinata).
Kemudian secara lebih intensif melalui para urban dari Indonesia Timur, Suku Dani Palim Tengah dan Palim Selatan dari Moiety : Asso-Lokowal Asso-Wetipo, Lani-Wetapo, Wuka-wetapo, Wuka-Hubi, Lagowan-Matuan dan Walesi, memeluk agama Islam. Dari sejumlah saksi mengatakan bahwa Esogalib Lokowal adalah orang paling pertama dari Palim Selatan yang masuk agama Islam. Kemudian Harun Asso (dari Hitigima/Wesapot), Yasa Asso (dari Hepuba/Wiaima), Horopalek Lokowal, Musa Asso (dari Megapura/Sinata), Donatus Lani (dari Lanitapo).[4]
Dalam tahun 1960-an akhir didaerah Megapura, Hitigima/Wesapot, Hepuba, Woma, Pugima dan Walesi (kini di Walesi clan Asso-Yelipele seluruh warganya 100% beragama Islam) adalah daerah pertama yang berinteraksi dengan Orang Muslim dari berbagai daerah Nusantara. Muhammad Ali Wetipo, misalnya; dari konfederasi Asso-Lokowal dari daerah Hepuba masuk Agama Islam melalui orang Pendatang di Kota Wamena dalam tahun 1967 dan datang sekolah di Panti Asuhan Muhammadiyyah AB-Pura Jayapura.[5]
Demikian sama halnya dengan Ilham Walelo dan Abdul Mu’in Itlay dari Pugima, dalam tahun 1969 mereka sekolah di Panti Asuhan Muhammadiyah, AB-pura Jayapura sampai tamat dari sekolah ini dalam tahun 1979, kemudian melanjutkan studynya di IAIN Jakarta (kini UIN).[6]
2. Muslim Walesi
Berbeda dengan daerah lain di Lembah Balim, di Walesi Pada tahun 1975 Merasugun Asso, Firdaus Asso dan Muhammad Ali Asso, adalah generasi pertama yang paling awal masuk islam dan mengembangkannya menjadi besar sampai dewasa ini. Karena diikuti oleh semua kalangan pemuda dari Konfederasi Asso-Yelipele Walesi misalnya; Nyasuok Asso, Walekmeke Asso, Nyapalogo Kuan, Wurusugi Lani, Heletok Yelipele, Aropeimake Yaleget, dan Udin Asso, sehingga memiliki pengaruh sangat besar eksistensi Islam dan Muslim Jayawi Jaya hingga kini.
Namun ada juga yang masuk Islam melalui perkenalan dengan kalangan militer Indonesia yang datang bertugas di Kodim Jayawi Jaya, Misalnya Aipon Asso, (Kepala Suku Besar). Keislaman Aipon Asso dalam tahun 1976 dan mendapat dukungan dari seorang militer berpangkat Kolonel bernama Muhammad Thohir.[7]
Kegiatan organisasi khusus yang melakukan da’wah islamiyyah kala itu belum ada di Lembah Balim Jayawi Jaya. Setelah orang-orang dari Walesi masuk Islam tahun 1975 secara serentak dalam jumlah besar mulai diorganisir oleh Islamic Centre.[8]
3. Kisah Islam Merasugun dari Walesi
Yang paling awal memeluk agama Islam dan memperjuangkankannya menjadi besar adalah Merasun Asso (berikutnya hanya ditulis Merasugun). Konon kisahnya; melalui hubungan perdagangan. Merasugun yang kala itu ingin mencari kayu bakar di hutan untuk ditukarkan dengan nasi. Merasugun kemudian mengajak dua anak muda yaitu Firdaus Asso dan Ali Asso dari kampung Walesi, 6 km arah selatan dari Kota Wamena dalam tahun 1975.[9]
Merasugun kira-kira berusia 45 tahun dan dua anak muda yakni Firdaus Asso,dan Muhammad Ali Asso, keduanya kira-kira berusia 15 tahun kala itu, adalah generasi pertama yang mula-mula masuk Islam serta mengembangkan Islam di Walesi.
Selanjutnya Merasugun, Firdaus Asso dan Ali Asso, membawa kayu bakar untuk barter dengan nasi kepada seorang pendatang asal Madura (konon saat itu anggota Dewan Tk. II Jayawijaya), yang sebelumnya sudah berkenalan dengan Merasugun.. Dari pertama pertemuan hingga pertemuan ketiga mereka sudah saling akrab. Kedatangan Merasugun dan dua anak muda kali ketiga, persis waktu shalat dhuhur tiba. Maka mereka disuruh tunggu sebentar karena pembeli kayu yang beragama Islam itu ingin shalat dahulu.
Merasugun memperhatikan apa yang dilakukan kenalannya. Pembeli kayu itu melakukan gerakan yang sebelumnya asing bagi Merasugun yaitu sholat dan berdo’a dengan gerakan khusyu’. Merasugun bergumam dengan perasaan agak keheranan, kepada dua anak muda yang mendapinginya dalam bahasa Balim berkomentar demikian : “O..oh.yire esilam meke”!, artinya “Oh, ini orang Islam"!
Dikampungnya Merasugun sebelumnya pernah mendengar kabar bahwa Agama Islam adalah agama yang tidak boleh makan daging babi, (satu-satunya hewan ternak paling utama di Lembah Balim). Bahkan Merasugun sering mendengar issu bahwa kehadiran orang-orang pendatang Muslim yang tidak makan daging babi, akan memusnahkan semua babi di Lembah Balim, (dalam agama Islam, memakan gading Babi hukumnya diharamkan /tidak boleh).[10]
Walaupun sebelumnnya isu bahaya agama Islam sering didengar, Merasugun menyuruh Firdaus Asso dan Ali Asso masuk agama islam, dan belajar melakukan "misa Islam”[11], (maksudnya sholat). Karena menurutnya orang Muslim Madura itu baik, tidak seperti diisukan orang-orang dikampungnya .
Karena itu Merasugun menyuruh, dua anak muda itu masuk Islam dan belajar “misa Islam". Lalu katanya; “Kalian boleh masuk Agama Islam karena orang ini baik”! Keinginan dan usulan Merasugun disetujui dua anak yang masih keponakannya itu.[12]
Keinginan dan usul Merasugun diterjemahkan dan disampaikan oleh Firdaus Asso dan mereka bertiga bertekad mau masuk Agama Islam, tapi orang Madura itu keberatan karena alasannya takut ada tuduhan islamisasi. Tapi kekhawatiran itu disanggah oleh Merasugun dengan mengatakan bahwa sebelumnya dirinya tidak menganut agama apapun dan itu adalah keinginan hatinya dan dua anak keponakannya. Dialog tersebut diterjemahkan oleh Firdaus Asso, yang sudah lancar berbahasa Indonesia .
Sejenak Orang Madura yang belum dikenal namanya hingga kini itu berfikir, lalu menatap wajah ketiga orang yang masih lugu dan masih mengenakan koteka itu. Dan katanya; “Boleh, tapi kamu harus menutup Aurat!”, Segera ia kekamar dan memberikan serta memakaikan Merasugun celana tanpa menanggalkan koteka yang sedang dikenakan. Selanjutnya Muslim Madura itu sampaikan niat tiga orang Suku Dani dari Walesi ini kepada tokoh muslim lain yang ada di sekitar kota Wamena.
Pada Minggu berikutnya Merasugun, Ali Asso, dan Firdaus Asso disuruh datang pada hari Jum'at. Dan secara resmi disyahadatkan ba'dah jum'at di masjid Baiturrahman Wamena yang disaksikan oleh jama'ah sholat jum’at. Minggu-minggu selanjutnya Merasugun, Firdaus Asso dan Ali Asso (dua pemuda ini kelak pejuang Islam setelah sepeninggal Merasugun tahun yang wafat tahun 1978), selalu datang ikut sholat Jum’at, dengan tiap pagi jalan kaki turun-naik gunung sekitar 6 km dari Walesi ke Wamena Kota.
a). Perjuangan Merasugun Asso
Merasugun tidak lama sesudah masuk Agama Islam meminta agar dibangunkan "Gereja Islam", (maksudnya, Masjid), di kampungnya di Walesi sekaligus Sekolah Islam agar anak-anaknya dari clan Assolipele Walesi bisa sekolah. Untuk maksud ini Merasugun menyediakan tanah wakaf serta menyiapkan batu, kayu, pasir di kampungnya.
Usulan ini segera disetujui oleh beberapa orang muslim yang datang di Wamena sebagai Petugas pemerintah sipil maupun militer seperti Pak Paijen dari Dinas Agama, Pak Thohir dari Kodim, dan Abu Yamin dari Polres Jayawijaya. Karena itu, sebelum kalau ingin dibangunkan Masjid dan Madrasah di Walesi, Merasugun harus datang membantu bekerja mengangkat batu dan mengumpulkan pasir dari Kali Uwe karena Masjid Raya Baiturahman Kota Wamena saat itu sedang dibangun.
Syarat ini disetujui oleh Merasugun, berikutnya Merasugun, Ali dan Firdaus Asso pulang ke Walesi dan mengundang segera tenaga kerja kepada Nyasuok Asso, Nyapalogo Kuan, Aropemake Yaleget, Wurusugi Lani, Udin Asso dan Walekmeke Asso, untuk mengeruk galian batu dan pasir di sekitar Kota Wamena, dari Kali Uwe. Keenam orang nama tersebut kelak menjadi pemeluk Agama Islam dari Walesi gelombang kedua.[13]
b). Dokter Mulya Tarmidzi Mengkhitan
Suatu ketika dalam tahun 1978 seorang dokter Kolonel Angkatan Laut 10 dari Hamadi, Jayapura Propinsi Papua, diundang ceramah datang ke Kabupaten Jayawijaya, untuk memberikan ceramah, yang tempatnya di gedung bioskop kota Wamena. Oleh sebab itu Merasugun dan warga lainnya dari Walesi yang muallaf diundang datang mendengarkan ceramah.
Penceramah yang tidak lain adalah Dokter Kolonel H. Muhammad Mulya Tarmidzi itu selesai ceramah sampai sekitar jam sebelas malam. Selanjutnya ia menginap di Hotel Balim. Kira-kira pada jam 12 tengah malam Merasugun, Firdaus Asso, Nyapalogo Kuan, Nyasuok Asso dan Ali Asso, Aropemake Yaleget, Udin Asso dan Wurusugi Lani datang mengetuk pintu kamar Dokter Mulya menginap dengan mengucap salam khas muslim yakni; : “Assaiamu'ataikum”! Walaupun sudah tengah malam karena mendengar ucapan salam khas Muslim, Dokter Mulya Tarmidzi, berani membukakan pintu.
Dan ternyata salam itu berasal dari orang-orang yang masih mengenakan koteka ini adalah orang yang tadi dilihatnya di gedung Bioskop. Dia sebelumnya menduga mereka bukan muslim, karena Merasugun dan rombangan lainnya masih mengenakan Holim/Koteka, (kecuali Firdaus Asso sudah mengenakan celana pendek). Dan dia menganggap bahwa mereka mungkin pas lagi lewat atau memang sekedar mencari makanan dalam acara ceramah itu.
Tatkala dipersilahkan duduk diruang tamu di hotel oleh Dokter Mulya Tarmidzi, Merasugun menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya dengan beberapa pemuda dari Walesi. Setelah minta maaf karena datang ditengah malam. Lalu Merasugun menyampaikan beberapa usulan yaitu :
1). Permohonan dukungan agar di kampungnya segera dibangunkan "Gereja Islam”.
2). Anak-anak dari Walesi kelak menjadi pintar seperti dokter Mulya untuk itu perlu disekolahkan di Jayapura
3). Agar di Walesi di bangunkan Madrasah
Semua usulan diterima dan disetujui secara baik dan kepada Merasugun dijanjikan oleh dokter Mulia Tarmidzi, bahwa nanti akan diusahakan secara bertahap dengan mengkoordinasikan usulan Merasugun, kepada orang-orang Muslim lain terlebih dahulu.
Dalam kesempatan itu sejumlah usul dan keinginan Merasugun semua disampaikan dalam bahasa Wamena kepada Dokter Muhammad Mulya Tarmidzi, yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Firdaus Asso yang sudah sekolah di SD Inpres, Megapura sehingga sudah lancar berbahasa Indonesia.
Selanjuntnya semua usul secara baik disetujui oleh Dokter Kolonel Haji Muhammad Mulya Tarmidzi dan untuk mendukung keinginan Merasugun ini segera dibentuk Islamic Centre yang pengurusnya dari pejabat pemda. Esok harinya dibantu oleh tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Kota Wamena; Letnan Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, segera menyunat (khitan) 8 orang pertama yang masuk Agama Islam itu untuk menyempurakan syahdatnya; kira-kira demikian hemat Kolonel yang juga Dokter dan Ahli Agama Islam itu.
Pada bulan berikutanya dalam tahun 1978, anak-anak dari Walesi sebanyak 5 orang (termasuk Firdaus Asso dan Muhammad Ali Asso) di kirim ke Jayapura dan dititipkan kepada beberapa orang pejabat muslim sebagai orang tua asuhnya.
Demikian sudah harapan dan cita-cita Merasugun terkabul agar anak-anak dari Walesi untuk disekolahkan diluar Wamena. “Agar kelak ada yang menjadi seperti Dokter Mulya Tarmidzi,” demikian usul Merasugun yang diterjemahkan oleh Firdaus Asso.
Usulan paling penting diantaranya yang diusulkan oleh Merasugun adalah kontruksi bangunan model Pondok Pesantren Model di Jawa yang membuat decak kagum. Dokter Kolonel Muhammad Mulya Tarmidzi, mengingat Merasugun belum penah tahu kalau yang diusulkannya itu adalah persis sama model kontruksi dan sistem bangunan lingkungan Pondok Pesantren yang biasa ada di Pulau Jawa. [14]
Kemudian 20 orang dalam bulan berikutnya dikirim dan diasuh oleh beberapa Orang Tua Asuh di kota Jayapura. Ongkos pengiriman semua ditanggung oleh Haji Saddiq Ismail, (kala itu Sadiq Ismail menjabat Kabulog Propinsi Irian Jaya) yang selanjutnya membentuk Kasub Dolog Jayawijaya guna mempermudah menyampaikan bantauan logistik dan bantuan material lainnya karena di Walesi segera akan dibangun Masjid dan Madrasah sesuai keinginan dan usulan Merasugun dulu.
Guna memperlancar transportasi dan memudahkan pengangkutan material bangunan Masjid dan Madrasah Walesi, Ir. Haji Azhari Romuson, Kepala PU Propinsi Papua segera membangun jalan Walesi-Wamena sekitar 6 Km. Bisa dibayangkan semua usulan Merasugun dulu sejak Dokter Kolonel Angkatan Laut Muhammad Mulya Tarmidzi, Haji Saddiq Ismail SH Kadolog Propinsi, dan Ir. Haji Azhari Romusan dari PU Propinsi adalah cukup besar perannya perkembangan Islam lebih lanjut di Walesi.
Bertepatan dengan 20 anak Walesi yang dipimpin Firdaus Asso datang sekolah di Jayapura untuk melanjutkan pendidikannya disekolah Muhammadiyah dan Madrasah Ibtidaiyyah di Ibukota Propinsi Papua. Dua Kepala Suku Perang yang Berani dari Clan Assolipele secara resmi disyahatkan oleh Kolonel Thahir, di Wamena. Kolonel Thahir adalah Pendatang dari Bugis dan Tentara yang saat itu bertugas di Kodim Jayawijaya.[15]
“Sesungguhnya kita adalah milik Alloh SWT, dan akan dikembalikan kehadirat-Nya kapan saja dikehendaki-Nya”, “sebagaimana juga Dia memberikan hidayah kepada siapa yang di kehendaki-Nya”, dan akhimya pada tahun 1980 Merasugun telah dipanggil kehadirat Alloh SWT, dengan meninggalkan semua usulan da'wahnya yang belum tuntas, yakni obsesinya mewujudkan kompleks Islamic Centre terutama Masjid dan Madrasah.
Dua tahun sepeninggal Merasugun pada tahun 1982 bangunan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah) dan masjid selesai. Untuk menghormati atas jasa-jasa semangat perjuangan Merasugun, maka nama Madrasahnya diabadikan menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi.
Demikian juga dengan Pemuda Firdaus Asso menyusul dipanggil Alloh SWT untuk selamanya pada tahun 1984 di Jayapura. Firdaus Asso yang sangat berjasa dan berperan besar mengembangkan Islam dikalangan suku pribumi di Walesi, sesudah Merasugun. Dia menyusul kepergian Merasugun setelah dua tahun dalam usia yang sangat muda dan produktif yakni 25 tahun.[16]
4. Perkembangan Islam Masa Kini
a). Muslim Wamena
Dari sejak tahun 1960-an akhir sampai tahun 1970-an awal, di kota Wamena Kabupaten Jayawijaya banyak datang penduduk pindahan dari Jawa (Transmigrasi), dan para perantau asal Indonesia Timur, terutama orang Madura, Bugis, Buton dan Makasar. Pengenalan Agama Islam lebih intensif dengan Suku Dani di Wamena Kabupaten Jayawijaya melalui interaksi dalam masa ini, terutama perdagangan system barter antara para muhajirin pendatang dan penduduk lokal yang berbusana koteka.
Proses percepatan da'wah di Jayawijaya juga sangat di dukung oleh kehadiran militer yang beragama Islam yang bertugas dalam tahun 1960-an akhir di Kota Wamena. Penduduk yang lebih awal masuk Islam menuturkan bahwa Islamisasi sepenuhnya didukung secara individu dari Muslim yang kebetulan anggota Militert yang bertugas di Sinata (kini Megapura, 4 km selatan dari Kota Wamena).
Organisasi da'wah baru didirikan guna lebih menunjang psoses da'wah, seperti Islamic center, YAPIS, Panti Asuhan Muhammadiyah dan akhir-akhir ini juga Hidayatullah dan NU di Wamena giat melakukan da'wah dikalangan pribumi Muslim Suku Dani di Wamena.
b). Muallaf di Walesi
Di kota Wamena arah selatan 6 km kini terdapat penduduk pribumi yang penduduknya beragama Islam sejak lama. Walesi adalah pusat Islam (Islamic Centre), bagi pengembangan Islam dari kalangan penduduk asli. Guru-guru (ustadz), sejak awal didatangkan dari Fak-Fak yang sejak lebih dulu muslim dari abad ke 16 di selatan kepala Burung Papua. Kini di walesi terdapat sebuah Pondok-Pesantren Al-Istiqomah Merasugun Asso, Madrasah Ibtidaiyah, rumah guru 4 buah, masjid 12x12 dan sebuah puskesmas. Walesi sebagai Islamic Centre telah menampung anak-anak Suku Dani dari 12 kampung yang masyarakatnya baragama Islam.
Masyarakat Muslim Jayawijaya terdiri dari 12 kampung yang penduduknya telah lama menganut Agama Islam pada tahun 1960-an akhir pasca integrasi. Kampung-kampung itu adalah Htigima, Air garam, Okilik, Apenas, Ibele, Araboda, Jagara, Megapura, Pasema, Mapenduma, Kurulu dan Pugima. Jumlah penganut Islam di Wamena kabupaten Jayawijaya kira-kira 12 ribu jiwa, dari 400 ribu jiwa seluruh penduduk Jayawijaya, namun angka yang lebih tepatjumlah pemeluk Islam belum diperoleh secara pasti.
c). Anak-Anak Muallaf
Anak-anak Muallaf adalah kelompak potensial proses Islamisasi di Kabupaten Jayawijaya, mengingat semua agama besar yang kini hadir di Papua khususnya di Pegunungan Tengah, umumnya tidak mampu merubah pola kehidupan lama masyarakat tradisional Papua yang memiliki religi lama yang berorientasi masa lampau.
Kalangan Birokrat Muslim yang menjabat sebagai Ketua Islamic Centre menyadari ini, maka secara periode mengirim anak-anak muallaf dari Suku Dani, dikirim belajar pertama di Panti Asuhan Muhammadiyah AB Jayapura dan Madarasah Ibtidaiyyah YAPIS di Ibu kota Jayapura dalam tahun 1972 sebanyak 20 orang anak.
Dalam tahun 1980 ada 2 orang anak Suku Dani datang belajar di Universitas Muhammadiyah Jogjakarta . Sedang lulusan Madrasah Ibtidaiyyah Merasugun Asso Walesi sebanyak 4 orang pertama didatangkan ke pondok pesantren Al-Mukhlisin, dan Darul Falah, Bogor . Kini dari anak-anak ini ada yang menempuh pendidikan di berbagai universitas Islam Bogor (Ibnu Kholdun), UMJ dan UIN Ciputat
Saat ini tiga orang dari Walesi menempuh S2 konsentrasi di study Islam dan Otonomi Khusus UMJ Ciputat Jakarta. Dua orang lain lagi di UM Jogjakarta dan UIN di kota yang sama.
Jumlah seluruhnya anak-anak Muallaf asal Suku Dani dari Papua kini tersebar di berbagai kota study di Pulau Jawa dan mayoritas di Ciputat berjumlah 21 orang. Sedang anak-anak Muallaf yang belajar di pondok pesantren sebanyak 45 orang yang sudah terdata. Jumlah ini tidak termasuk anak-anak yang dibawa koordinasi Ustadz Aliyuddin sejak tahun 1990-an awal berkisar 700 orang dari seluruh Papua.
d). Pengiriman anak-anak Suku Dani Pondok Pesantren
Sejak tahun 1980 anak-anak muslimah dari kalangan Muallaf Dari Kabupaten Jayawijaya, sudah mengirim sebagai peserta MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur'an dan tomba Qosidah tingkat Nasional mewakili Propinsi Irianjaya (kini Papua). Mereka mempunyai bakat dan potensi yang sama dengan anak-anak prianya. Namun yang menjadi masalah adalah tradisi yang bahwa: Orang Tua Suku Dani tidak dapat membiarkan anak- anak perempuan mereka pergi jauh. Dampak dari kurangnya kesadaran Orang Tua Suku Dani di Wamena saat ini adalah denagn mengawinkan anak-anak usia sekolah yang masih belasan tahun.
Sampai dewasa ini dari 20 anak perempuan muslimah Suku Dani belajar di SMU Yapis Wamena. Dari Wamena Muslim, kaum perempuannya belum ada yang belajar keluar sebagaimana umumnya anak laki-laki. Mereka kini banyak belajar agama di Pesantren Al-Istiqomah Walesi dan beberapa orang melanjutkan tingakat lanjutan (SMP/SMU) di YAPIS Wamena.
-----------------------------------
REFRENSI DAN CATATAN KAKI :
[1]. J.R. Mansoben, Dr, “Membangun Manusia Irian Jaya yang Majemuk” : Suatu Tinjauan Antropologi Budaya, (Jayapura, Universitas Cenderawasih, September 1997), h. 8, (td).
[2] . Suara Hidayatullah, Ihwal, (Irian Tapi Islam), ( Jakarta ), 09/X/Pebruari 1998, h. 8
[3] . Benny Giay, Gembalakanlah Umatku, (Jayapura, Deiyai : 1998), Cet-1, h. 78
[4] . Muslimin Yelipele, Tokoh Agama Islam Wamena (Pegawai Depag RI Kabupaten Jayawi Jaya), Wawancara Pribadi, Wamena Mei 2007
[5]. Muhammad Ali Wetipo, (Tokoh Muslim Balim), (Muhammad Ali Wetipo agaknya generasi Suku Balim yang paling awal masuk Islam). Wawancara Pribadi, Jakarta , 15 Juni 2007.
[6] . Muhammad Ilham Walelo, (Tokoh Muslim Balim), Wawancara Pribadi, Jakarta , 11 Juni 2007
[7] . Muhammad Aipon Asso, (Kepala Suku Besar), Wawancara Pribadi, Walesi 20 Agustus 2004
[8] . Organisasi ini para pengurusnya dari kalangan Pejabat yang beragama Islam, dan yang pertama mensponsori pendirian organisasi adalah dr. Letkol ( Purnawirawan , AL ). H. M. Mulya Tarmidzi
[9] . Muhammad Ali Asso, (Tokoh Pemuda Islam dan Pemeluk Islam Generasi pertama dari Walesi), Wawancara Pribadi, Walesi, 7 Mei 2007
[10]. Lihat Al-Qur’an Surat Al-Maidah Ayat
2. “Missa Islam”, yang dimaksudkan oleh Merasugu Asso adalah sholat. Tapi istilah “Missa Islam”, adalah istilah dalam ibadah agama Kristen Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa di kampungnya (Walesi), dia sering dengar dengan istilah ini dari kebiasaan orang Katolik, sehingga gerakan beribadah orang islam dia mempersamakannya dengan istilah Missa.
3. Dalam kebiasaan Adat kekerarabatan Balim bahwa pemakaian nama clan dari sebenarnya disebabkan oleh dua sebab; Pertama, jika dalam perang suku antar Konfederasi satu clan sudah mulai punah karena itu digabungkan dalam clan lain;Kedua, karena diterima dengan proses inisiasi kedalam clan lain misalnya Merasugun yang clan sebenarnya Yelipele tetapi diterima dan diinisiasi dalam clan ibunya menjadi Asso.
[13] Muhammad Ali Asso; (Generasi Pemeluk Islam Pertama), Wawancara Pribadi, 9 Mei 2007
[14]. Agaknya, usulan dan model kontruksi bangunan pendidikan yang di inginkan Merasugun, yang membuat kekaguman Dokter Mulya Tarmidzi, adalah pola pendidikan asrama yang dikembangkan oleh oleh Belanda. Tapi yang diusulkan oleh Merasugun adalah model kontruksi bangunan Missi Katolik yang sebelunmya sudah ada dan telah dibangun oleh Missionaris Belanda disekitar kota Wamena.
[15] . Aipon Asso, (Kepala Suku Besar Muslim), Wawancara Pribadi, 20 Agustus 2004
[16] Dr. H. M. Mulya Tarmidzi, (Tokoh Ulama), wawancara pribadi, Jakarta , dalam tahun ൨൦൦൪